DKPP Periksa Delapan Penyelenggara Pemilu di Muratara

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan penyelenggara Pemilu Kabupaten Musi Rawas Utara atas dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 102-PKE-DKPP/V/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (15/7).(DKPP/rmolsumsel.id)
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan penyelenggara Pemilu Kabupaten Musi Rawas Utara atas dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 102-PKE-DKPP/V/2024 di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel), Senin (15/7).(DKPP/rmolsumsel.id)

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memeriksa delapan penyelenggara Pemilu Kabupaten Musi Rawas Utara terkait dugaan pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) dengan perkara nomor 102-PKE-DKPP/V/2024. Pemeriksaan ini dilaksanakan di Kantor Bawaslu Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel) pada Senin (15/7).


Perkara tersebut diajukan oleh Hasbi Asadiki dan Hasran Akwa, yang memberikan kuasa kepada Andriyansyah sebagai kuasa hukum mereka. Para pengadu menuduh Heriyanto, Jemi Haryanto, Yupran Abadi, Putiha Rakhmaini, dan Aang Samudra, yang menjabat sebagai Ketua dan Anggota KPU Kabupaten Musi Rawas Utara, atas dugaan tidak melaksanakan tugas sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan sengaja memberikan surat suara kepada tim sukses (timses) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).

Selain itu, Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Musi Rawas Utara, yaitu Hairul Alamsyah, Farlin Addian, dan Vita Novalia Arifin, juga diadukan karena diduga tidak mengawasi dan melakukan pembiaran yang menyebabkan perhitungan surat suara diserahkan kepada timses PDIP.

"Ini terlihat jelas saat saksi atau timses dari partai PDIP membuka surat suara dan melakukan perhitungan ulang," ungkap Andriyansyah.

Ketua KPU Kabupaten Musi Rawas Utara, Heriyanto, yang mewakili Teradu I sampai V, membantah semua tuduhan yang disampaikan oleh para pengadu. Ia menegaskan bahwa pihaknya telah melaksanakan tugas dengan melakukan monitoring dan supervisi dalam pelaksanaan perhitungan suara agar berjalan tertib dan sesuai dengan pedoman teknis.

Ia juga menyampaikan bahwa tuduhan tersebut telah disengketakan di Mahkamah Konstitusi dan telah diputus pada 22 Mei 2024 dengan nomor putusan 272-01-04-06/PHPU.DPR-DPRD-XXII/2024, yang menyatakan bahwa "permohonan pemohon tidak dapat diterima".

"Tuduhan bahwa dialihkan ke Partai PDIP adalah tidak benar, karena Pengadu tidak pernah mengisi form keberatan saksi atau form kejadian khusus pada saat proses perhitungan suara," tegas Heriyanto.

Senada dengan Teradu I, Hairul Alamsyah, Ketua Bawaslu Kabupaten Musi Rawas Utara, yang mewakili Teradu VI sampai VIII, juga membantah tuduhan yang disampaikan oleh Pengadu. Ia menjelaskan bahwa Bawaslu telah menerima laporan dari Pengadu atas dugaan pelanggaran Pemilu. Namun setelah melakukan pengkajian, saksi dan Pengadu tidak memenuhi panggilan klarifikasi, sehingga laporan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu.

"Kami telah memanggil saksi tiga kali dan dua kali pemanggilan kepada Pengadu, namun mereka tidak memenuhi panggilan klarifikasi tersebut. Sehingga laporan tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak memenuhi unsur pelanggaran Pemilu," pungkas Hairul Alamsyah.

Sidang pemeriksaan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito, didampingi oleh tiga Anggota Majelis dari Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Sumatera Selatan, yaitu Ong Berlian (unsur masyarakat), Rudiyanto Pangaribuan (unsur KPU), dan Ahmad Naafi (unsur Bawaslu).