Sidang lanjutan dugaan korupsi pembangunan Masjid Raya Sriwijaya dari dua terdakwa mantan Sekda Sumsel Mukti Sulaiman dan Karo Kesra Ahmad Nasuhi, di Pengadilan Negeri Klas 1A Khusus Palembang, Senin (8/11) sore, kembali menghadirkan mantan Gubernur Sumsel, Alex Noerdin.
- Wabup Ogan Ilir dan Mantan Ketua DPRD Sumsel jadi Saksi Sidang Korupsi Masjid Sriwijaya
- Tidak Keberatan Keterangan Saksi, Alex dan Muddai Akan Jelaskan saat Pemeriksaan Terdakwa
- Sidang Masjid Sriwijaya Ditunda, Majelis Hakim Minta Alex Noerdin Cs Dihadirkan Langsung
Baca Juga
Selain saksi Alex Noerdin, Jaksa Penuntut Umum (JPU) ) Kejati Sumsel Roy Riadi SH MH menghadirkan lima saksi lainnya yakni, mantan Bendahara Yayasan Wakaf Masjid Sriwijaya Muddai Madang, mantan Ketua Yayasan Masjid Sriwijaya Marwah M Diah, Ketua Umum Panitia Pembangunan Masjid Raya Sriwijaya Eddy Hermanto, serta pihak swasta Loka Sangganegara dan Teguh Raharjo,
Sidang dengan agenda keterangan saksi-saksi ini langsung dipimpin Majelis Hakim Abdul Aziz SH. MH, yang juga Ketua Pengadilan Negeri PN Palembang.
Saksi Marwah M Diah yang hadir secara online tampak masih menggunakan selang oksigen. Meski demikian, Marwah tetap menjawab seluruh pertanyaan yang diajukan hakim terkait peristiwa mangkraknya pembangunan Masjid Sriwijaya.
Kemudian Hakim mempertanyakan seputar rencana proposal pembangunan Masjid Sriwijaya. Saksi Marwah menjawab dengan membantah bahwa pernah mengajukan proposal kepada Pemprov Sumsel untuk pembangunan Masjid Sriwijaya.
"Seiingat saya tidak ada proposal, iya tidak ada," kata Marwah memberikan keterangan kepada hakim.
Marwah mengatakan, saat itu hanya mengajukan surat permohonan untuk pembangunan masjid dan disetujui oleh Pemprov Sumsel. Namun, dia lupa berapa jumlah nominal uang yang diajukan.
"Saya tidak ingat berapa," kata dia.
Usai mendengar penjelasan saksi Marwah, saksi Alex Noerdin lalu memberi klarifikasi serta menujukkan surat yang disebut adalah proposal pembangunan yang diajukan oleh pihak yayasan Masjid Sriwijaya pada 6 Januari 2017, perihal permohonan bantuan dana pembangunan Masjid Sriwijaya yang ditujukan kepada Gubernur Sumsel.
"Bahwa Yayasan Masjid Sriwijaya sudah menyelesaikan desain dan permohonan dana. Tertanda Sekretaris Umum yayasan Masjid Sriwijaya Marwah M Diah," kata Alex sambil membacakan proposal itu.
"Yayasan wakaf Masjid Raya Sriwijaya dibentuk pada tahun 2014 lalu di Jakarta. Awalnya masjid ini direncanakan dapat digunakan menjelang kegiatan Asian Games tahun 2018," kata Alex.
Selanjutnya, saksi Alex menjelaskan pengajuan hibah pada pembangunan Masjid Sriwijaya yang ada proposalnya.
"Waktu itu ada permintaan hibah dari yayasan yang masuk, dan saya mengetahuinya. Saya meminta pada saudara Laonma PL Tobing, untuk memeriksa dan jika kalau ada dana nya masukan dalam anggaran," jelas Alex.
"Anggaran ini dibahas dibanggar, dibahas juga di dinas-dinas, sehingga disetujui dalam RAPBD didalamnya ada daftar hibah," ujar dia.
Setelah selesai tentang proposal Masjid Sriwijaya, Hakim Abu Hanifah SH MH menyinggung soal tanah, terkait klaim salah satu warga yakni Musawir dkk yang mengaku memilki tanah di lahan masjid yang dihibahkan untuk masjid.
Saksi Alex Noerdin menjawab dengan menyangkal bahwa Musawir mengklaim tanah itu dengan surat palsu. "Tidak mungkin tanah itu dihibahkan kalau bukan punya Pemprov," ujar Alex.
Hakim anggota lainnya, Sahlan Effendi SH MH, bertanya terkait saat pencairan Rp50 miliar dari Pemprov Sumsel, yang saat itu alamat yayasan berada di Jalan Pangeran Dipenegoro.
Saksi Marwah M Diah, selaku Ketua Yayasan 2017-2019 menjawab, dia mengetahui pencairan Rp 50 miliar itu kemudian dibuatkan rekening Bank Sumsel Babel dengan rincian untuk biaya kontraktor, biaya administrasi dan menjadi panduan.
"Uang Rp48 miliar sisa Rp1,6 miliar untuk konstruksi gambar PT Indah Karya, sisanya administrasi proyek Rp347 juta lebih atas nama ketuanya Eddy Hermanto. Kemudian masuk Rp80 miliar tanggal 13 Maret 2017, itu untuk pelunasan Rp18,3 miliar PT Brantas, pembayaran untuk PT Indah Karya, dan Rp60 miliar untuk pembayaran termin proyek," kata Marwah.
Sementara, saksi Loka Sangganegara memberi penjelasan kepada Majelis Hakim, terkait anggaran Rp50 miliar, itu untuk persiapan pekerjaan, pertama pemagaran, pembersihan lahan, kantor kontraktor, penimbunan tanah, totalnya dari Rp48 miliar, terpakai Rp40 miliar lebih, ada juga yang belum dikerjakan dari kontraktor, seperti pemindahan tiang pancang listrik.
"Termin satu persiapan dan struktur sebagian dan tiang pancang, kami selalu membuat laporan, total termin satu Rp23,5, lalu termin dua Rp23,1, termin tiga Rp13,2 sehingga total Rp60,3 - 60,7 miliar," ujar dia.
Mendengar penjelasan saksi Loka, Hakim Anggota Sahlan Effendi bereaksi tegas dan mempertanyakan penimbunan tanah yang menyedot anggaran hingga Rp50 miliar.
"Ada tidak penimbunan tanah sampai Rp50 miliar? tanya Sahlan.
"Saya lupa yang mulia," jawab saksi Loka Sangganegara.
"Total penimbunan berapa kubik? tegas Sahlan dengan nada tinggi.
"Saya tidak punya catatan yang mulia," timpal saksi.
Mendengar pernyataan tersebut hakim Sahlan kembali bereaksi dengan nada tinggi.
"Itu pengawasan saudara tidak dilaksanakan. Tidak ada laporan itu, masalahnya, pegawasan tidak jalan," kata Sahlan.
- Kejati Periksa Dua Saksi Dugaan Korupsi Pasar Cinde, Salah Satunya Mantan Sekda Sumsel
- Bandara SMB II Kembali Jadi Internasional, Gubernur Sumsel Ajak Semua Pihak Sinergi Maksimalkan Potensi
- Diperiksa 11 Jam soal Kasus Pasar Cinde, Alex Noerdin Pastikan Sudah Sesuai Prosedur dan Kajian Tim Ahli