Demi Proper Biru, RMK Energy (RMKE) Korbankan Anak Usahanya TBBE yang Raih Proper Merah

Jalan Pramuka yang diduga telah menjadi areal tambang PT RMK. (noviansyah/rmolsumsel.id)
Jalan Pramuka yang diduga telah menjadi areal tambang PT RMK. (noviansyah/rmolsumsel.id)

Raihan Proper Biru PT RMK Energy (RMKE) pada penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan Dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup Tahun 2022-2023 rupanya tak diikuti anak perusahaannya, PT Truba Bara Banyu Enim (TBBE) yang berlokasi di Kecamatan Gunung Megang, Muara Enim. 


Perusahaan tambang batu bara tersebut meraih Proper Merah dalam penilaian di periode yang sama. Raihan perusahaan pemilik IUP Produksi seluas 10.220 hektar tersebut dinilai sebagai bentuk pengorbanan terhadap induk perusahaannya. 

Di samping sejumlah dugaan pelanggaran yang telah dilakukan perusahaan tersebut sepanjang 2023. Puncaknya, yakni kasus penambangan di atas aset Pemda Muara Enim yakni Jalan Pramuka Kecamatan Gunung Megang. Dalam kasus tersebut, oknum karyawan perusahaan dan Kepala Desa setempat dinyatakan bersalah oleh pengadilan lantaran merugikan negara sebesar Rp1,8 miliar. 

Sementara, RMK Energy (RMKE) di sisi lain telah melakukan pelanggaran lingkungan atas aktivitas loading batu bara yang menimbulkan debu hingga menyerang pemukiman warga di Selat Punai. Belum lagi, ada dugaan jika pelabuhan RMK Energy berada di luar RTRW wilayah Muara Enim. 

Sekretaris LSM DPD Gerakan Rakyat Peduli Keadilan (GRPK) RI Kabupaten Muara Enim, Nasihin mengatakan, perolehan Proper Merah yang diterima TBBE harusnya bisa selaras dengan induk perusahaannya RMK Energy (RMKE). Sebab, menurut Nasihin, keduanya sudah sama-sama melakukan pelanggaran lingkungan. TBBE melakukan penambangan diatas aset pemda sementara pelabuhan RMK Energy (RMKE) menimbulkan debu yang menyerang pemukiman warga. 

"Kita juga bingung penilaiannya seperti apa. Pertimbangannya apa sehingga yang satu menerima Proper Biru dan lainnya Merah. Harusnya dua-duanya dikasih Proper merah. Apalagi sudah diberikan sanksi," kata Nasihin. 

Dia menjelaskan, pemberian sanksi berupa penyegelan dan penutupan operasional sementara merupakan sanksi berat yang diterima oleh suatu perusahaan. "Kategorinya kan itu sanksi berat. Harusnya jadi pertimbangan terhadap penilaian proper. Ini pemerintah malah memberikan reward untuk perusahaan dengan memberikan proper biru," ucapnya. 

Nasihin mengatakan, kondisi itu bakal berdampak terhadap kepatuhan perusahaan menata lingkungan dalam operasionalnya. Mereka cenderung akan abai terhadap pengelolaan lingkungan sebab ujungnya masih bisa berpeluang memperoleh proper biru. 

"Kalau pemerintah tegas terhadap pelanggar lingkungan, perusahaan ini passti patuh. Tapi kalau masih ada toleransi ya kedepannya kerusakan lingkungan akan terus terjadi," bebernya. 

Senada, Ketua Pemuda Hijau Sumatera Selatan, Meldi Raka, juga mengungkapkan kekecewaannya. "Penilaian Proper seharusnya menjadi alat evaluasi yang objektif dan transparan. Keputusan ini seakan mengabaikan dampak negatif yang telah ditimbulkan oleh aktivitas perusahaan tersebut terhadap lingkungan," ungkapnya.

Meldi menambahkan meski perusahaan telah melakukan perbaikan dan upaya mitigasi, penilaian Proper tidak seharusnya hanya didasarkan pada hasil jangka pendek. "Kita harus memastikan perbaikan yang dilakukan bersifat jangka panjang dan berkelanjutan, bukan sekadar untuk memenuhi syarat penilaian sementara," tandasnya. 

Upaya konfirmasi ke PT RMK Energy (RMKE) sudah dilakukan melalui pesan singkat kepada Public Relations Specialist PT RMK Energy, Caecilia Brahmana. Namun, hingga berita ini diturunkan, belum mendapatkan respons. 

Sebelumnya, Anggota Komisi IV DPRD Sumsel, Askweni mengaku heran dengan penilaian proper biru yang diberikan kepada PT RMK Energy. Menurutnya, kasus pencemaran lingkungan yang dilakukan perusahaan pada tahun lalu cukup membuat resah. 

"Soalnya masyarakat yang resah dan bergejolak sekitar Selat Punai itu ada, kita heran kalau akhirnya perusahaan dapat proper biru. Nanti coba kita sikronkan antara KLHK dan dinas terkait dari mana penilaian proper biru itu," ucapnya. 

Politisi PKS ini juga meminta kedepannya penilaian proper dapat melibatkan instansi Dinas Lingkungan Hidup dari berbagai tingkatan. Mulai dari Kabupaten/kota, Provinsi hingga Kementerian. Sehingga data yang didapat dalam penilaian betul-betul valid. Jangan sampai memutuskan proper merah, proper biru, proper hijau tidak berdasarkan data.

"Sepertinya itu tidak menggunakan data dari Komisi IV DPRD Sumsel kemarin soal PT RMK, tapi kami DPRD Sumsel itu mau tak mau kita bukan ranah teknis, yang pasti kita mendorong mitra kita DLHP Sumsel untuk lebih detil dan rinci lagi," pungkasnya.