Larangan ekspor produk batubara diprediksi bakal berdampak terhadap produksi batubara Sumsel. Kebijakan yang berlaku sejak 1 Januari lalu itu membuat perusahaan tambang batubara akan mengurangi produksinya.
- Danantara Dinilai jadi Alat Melanggengkan Industri Batubara, Masyarakat Sipil Desak Pemerintah Hentikan Proyek DME
- UU Minerba Terlalu Memanjakan Pengusaha
- Bobi Candra, Bos Tambang Ilegal Ditahan Kejari Muara Enim
Baca Juga
"Apalagi untuk perusahaan tambang yang berorientasi ekspor. Tentunya mereka akan mengurangi produksi," kata Kepala Dinas Energi dan Sumber Saya Mineral (ESDM) Sumsel, Hendriansyah kepada Kantor Berita RMOLSumsel.id, Senin (3/1).
Menurutnya, sebagian besar perusahaan pertambangan yang memiliki IUP telah memiliki kontrak jangka panjang dengan pembeli. Sehingga, kebijakan tersebut bakal berdampak terhadap kontrak penjualan batubara mereka.
"Saya kira akan berpengaruh karena IUP sudah kontrak dengan pembeli," ucapnya.
Ditambahkan Kepala Bidang Teknik dan Penerimaan, Armaya Sentanu Pasek menuturkan, potensi batubara Sumsel saat ini mencapai 22 miliar ton. Produksinya di 2020 mencapai 49.574.092 ton.
"Untuk produksi 2021 masih kami data. Kemungkinan jumlahnya mengalami peningkatan mengingat harga batubara dunia tahun lalu yang memang tinggi," terangnya.
Armaya menuturkan, dari total produksi 2020, sebagian besar memang untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sisanya baru diekspor ke sejumlah negara seperti Cina, India, Vietnam dan sejumlah negara pengimpor lainnya. "Total yang diekspor itu sekitar 19,5 juta ton. Sementara sisanya sekitar 31,26 juta ton untuk kebutuhan dalam negeri," bebernya.
Terkait kemungkinan banyaknya perusahaan batubara yang mendapatkan sanksi dari kontrak, Armaya menuturkan hal itu bisa saja terjadi. Dia mengaku, seluruh perusahaan pertambangan batubara memiliki kontrak perjanjian kerjasama masing-masing dengan pembeli dari luar negeri. "Kalau sanksi perjanjian itu tergantung dengan kontraknya," ucapnya.
Larangan ekspor sendiri diberlakukan sebagai bentuk antisipasi krisis energi di dalam negeri. Menurutnya, hasil pertambangan batubara harus diutamakan untuk mengisi pasokan PLTU yang ada di sejumlah wilayah. Armaya menerangkan, saat ini sudah ada enam unit PLTU yang sudah beroperasi. Diantaranya, PLTU Bukit Asam sebesar 260 MW dan PLTU Simpang Belimbing sebesar 227 MW di Kabupaten Muara Enim. Lalu, PLTU Baturaja di Kabupaten OKU sebesar 20 MW. Kemudian PLTU Banjarsari sebesar 220 MW dan PLTU Keban Agung sebesar 270 MW di Kabupaten Lahat. Terakhir, PLTU Sumsel 5 sebesar 300 MW di Bayung Lencir Kabupaten Musi Banyuasin.
"Semuanya PLTU mulut tambang. Sehingga pasokan batubara memang didistribusikan kesana," tandasnya.
- Presiden Prabowo Tanam Padi Serentak di Sumsel, Dorong Swasembada hingga Jadi Lumbung Pangan Dunia
- Terungkap di Persidangan, Saksi Ungkap Deliar Marzoeki dan Alex Peras Perusahaan Lewat Surat Kelayakan K3
- Ribuan Jemaah Padati Tabligh Akbar Bersama Ustaz Adi Hidayat di Masjid SMB I Palembang