Cuaca Ekstrem, Nelayan Laut Sumsel “Parkir” Kapal Dua Bulan

Nelayan yang tengah mencari ikan di Sungai Musi. (dok/rmolsumsel.id)
Nelayan yang tengah mencari ikan di Sungai Musi. (dok/rmolsumsel.id)

Nelayan laut di Provinsi Sumsel menghentikan aktivitas pelayarannya ke laut lepas untuk sementara. Hal ini menyusul cuaca ekstrem yang melanda sebagian wilayah perairan laut di Indonesia. 


Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Sumsel, Widagda Sukrisna mengatakan, periode November-Desember selama ini memang dimanfaatkan nelayan untuk memperbaiki jaring dan kapal. Mereka memilih untuk tidak melaut karena cuaca ekstrem yang melanda wilayah perairan. 

"Hampir seluruhnya tidak ada yang melaut. Kalaupun ada, mereka hanya berlayar di perairan yang berada di dekat daratan," kata Widagda saat dibincangi, Kamis (11/10). 

Widagda mengatakan, biasanya nelayan laut kembali berlayar di sekitar bulan Februari. Saat itu, angin musim Barat sudah berganti dan mereka bisa kembali berlayar. "Cuaca tidak seekstrem di akhir tahun. Sehingga sebagian mulai kembali berlayar," ujarnya. 

Ia juga telah melakukan sosialisasi kepada seluruh nelayan Sumsel untuk sementara waktu tidak melakukan pelayaran. "Satu-satunya jalan memang jangan melaut dulu," ucapnya. 

Siklus cuaca ekstrem, kata Widagda, memang terjadi setiap tahunnya dengan periode waktu yang lama. Hanya saja, untuk tahun ini cuaca ekstrem sudah masuk di November. "Sebenarnya sudah tradisi dari nelayan jika di akhir tahun mereka tidak melaut dulu untuk memperbaiki kapal dan peralatan tangkap. Tapi, tahun ini lebih cepat datangnya. Biasanya itu Desember baru mulai," terangnya. 

Meskipun nelayan Sumsel tidak beroperasi, namun kondisi tersebut tidak mempengaruhi pasokan ikan laut di Sumsel. Menurutnya, pasokan ikan laut di Sumsel banyak didapat dari daerah lain. Seperti Tegal, Bangka dan lainnya. 

"Dalam sehari, jumlah ikan laut yang bongkar muat di Pasar Jakabaring mencapai 30-40 ton. Jumlah tersebut juga dipasok dari daerah lain. Makanya, untuk stok tidak terlalu berpengaruh," ucapnya. 

Apalagi, konsumsi ikan laut masyarakat Sumsel tidak terlampau tinggi. "Masyarakat masih memilih untuk mengonsumsi ikan dari perairan umum. Ikan-ikan air tawar seperti gabus, patin dan hasil perikanan lainnya. Untuk ikan laut memang tidak terlalu tinggi," bebernya. 

Untuk jumlah nelayan di Sumsel saat ini mencapai 55 ribu rumah tangga perikanan (RTP). Jumlah tersebut, sambungnya, gabungan dari nelayan perairan umum dan laut. 

Sementara itu, Plt Kepala Dinas Perhubungan Sumsel, Ari Narsa mengatakan, nelayan laut saat ini diimbau untuk tidak melakukan pelayaran sementara. Kalaupun ada yang berlayar, tetap harus memperhatikan kondisi cuaca. "Kami imbau agar memperhatikan kondisi cuaca sehingga tetap aman selama melakukan pelayaran," pungkasnya.