Buntut Pemangkasan UKT UIN Raden Fatah, DPRD Sumsel Panggil Rektorat dan Perbankan

Pertemuan pimpinan Komisi V DPRD Sumsel dengan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang terkait polemik UKT Mahasiswa , Jumat (11/2) diruang banggar DPRD Sumsel.
Pertemuan pimpinan Komisi V DPRD Sumsel dengan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang terkait polemik UKT Mahasiswa , Jumat (11/2) diruang banggar DPRD Sumsel.

Permasalahan pemangkasan bantuan Uang Kuliah Tunggal (UKT) Universitas Islam Negeri (UIN) Raden Fatah Palembang berbuntut panjang, DPRD Sumatera Selatan (Sumsel) memanggil pihak Rektorat UIN Raden Fatah Palembang dan pihak Perbankan.


Hal tersebut dikemukakan  Ketua Komisi V DPRD Sumsel Susanto Adjis,  usai menerima puluhan mahasiswa UIN Raden Fatah Palembang yang mayoritas semester akhir, di ruang banggar DPRD Sumsel, Jumat (11/2) pagi.

"Setelah kita mendengar keluh kesah dari adik-adik mahasiswa, kita akan menyampaikan hal ini kepada pimpinan. Melalui pimpinan dewan kita akan memanggil pihak Rektorat serta Perbankan terkait pembayaran UKT," kata Susanto, didampingi Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Fadli.

Dia juga meminta para mahasiswa yang menyampaikan aspirasi kepada mereka, untuk bersabar dan mempercayakan hal tersebut kepada para wakil rakyat Sumsel.

"Saya pertegas, jangan ragukan kami, karena kami tidak ada beban. Tetapi untuk memanggil rektorat serta perbankan kami memiliki mekanisme yang harus dilalui, yang ada kami akan berkirim surat. Hasil rapat hari ini, kita lampirkan pada pimpinan DPRD, Mudah-mudahan hari ini kita akan berkirim surat kepada Rektorat UIN Raden Fatah," katanya.

Politisi PDIP  ini juga meminta kepada mahasiswa untuk membuat kronologis secara tertulis. "Sehingga kita juga bisa memberikan data akurat kepada Rektorat, berapa jumlah mahasiswa yang keberatan, jurusannya apa saja, semester berapa, sehingga kita berbicara data. Harapan dapat diselesaikan dengan baik," katanya.

Komisi V juga meminta kepada mahasiswa untuk kompak, dan mengawal bersama permasalahan ini. Sedangkan Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel Mgs Syaiful Fadli, menegaskan pihaknya akan memperjuangkan nasib para mahasiswa.

"Jangan sampai ada yang drop out (DO). Kita secepatnya berkirim surat dan mudah-mudahan ada solusi," katanya sembari mengatakan sebelum rapat di Banggar DPRD Sumsel mahasiswa UIN Raden Fatah ini sempat berdiskusi dengan dirinya di ruang Fraksi PKS DPRD Sumsel.

Syaiful Fadli, juga meminta kepada mahasiswa untuk tidak bersikap aneh, dan sampai memaksakan diri untuk bisa melunasi UKT atau sampai menjual barang keperluan  kuliah . Sebelumnya  puluhan mahasiswa asal UIN Raden Fatah, menggeruduk DPRD Provinsi Sumsel, kedatangan puluhan mahasiswa untuk mengadukan nasib mereka kepada anggota dewan, Jumat (11/2) pagi.

Mewakili ratusan mahasiswa lainnya, mereka keberatan dengan tidak diberlakukannya lagi pemotongan UKT oleh pihak rektorat. Padahal sebelumnya, mahasiswa mendapatkan potongan UKT mulai dari 10, 80 hingga 100 persen.

Perwakilan mahasiswa, Lovi Andiko, menyatakan mereka menyambangi DPRD terkait SK Rektor UIN yang mereka anggap plin plan.

"SK tanggal 4 Januari 2022, ada bantuan covid-19. Dimana bantuan diberikan 10 persen untuk mahasiswa semester 1 hingga semester 6. Selanjutnya 80 persen ada yang khusus semester akhir. Sedangkan 100 persen mahasiswa mendapatkan bantuan UKT bagi mereka yang terdampak atau keluarga yang terdampak positif Covid-19," katanya.

Pihaknya juga melaporkan kepada DPRD untuk menjembatani mereka, agar dapat memediasi antara mahasiswa dan rektorat. "Kalaupun berbicara dampak semuanya terdampak semuanya terdampak. Tapi yang jelas kami sayangkan SK pertama titik. Pertama tidak jelaskan kuota dan batasan. Dan tiba-tiba tanggal 25 Januari 2022 tidak bisa bayar dan bank menyatakan ada gangguan. Selanjutnya keluarga SK ada batas," katanya.

Mahasiswa lainnya, Rizki, mengatakan banyak keluah kesah yang masuk ketelinga mahasiswa. "Terus terang ada teman kami yang terdampak covid-19. Orang tuanya meninggal akibat covid. Dan dinyatakan 100 persen bebas UKT. Tetapi, setelah keluar SK baru dia harus membayar UKT 100 persen. Inikan tidak bisa kami bayangkan," katanya.

Hal lain yang dialami mahasiswa ujian akhir adalah banyak menjual laptop dan perabotan lainnya untuk membayar UKT. "Karena memang mereka tidak memiliki uang lagi untuk membyar UKT. Begitu juga orang tua mereka dalam kesulitan. Bahkan ada juga yang kami dengar teman-teman bahkan ada yang open BO untuk membyar UKT," katanya,

Menurut Andre awalnya kebijakan pemotongan UKT terdampak covid-19 ini sendiri diberika untuk 9 ribu lebih mahasiswa. "Proses berjalan mulai tanggal 4 Januari 2022. Selanjutnya ada perubahan. Sejauh ini ada sebanyak kurang lebih 500 mahasiswa yang belum bayar dan mereka merasa terzholimi," katanya.