Persaingan elektabilitas antar partai politik, menjadi faktor determinan dalam penentuan bacapres dan bacawapres. Kepentingan partai dalam mendulang suara lebih diutamakan.
- Besok Partai Buruh Umumkan Capres-Cawapres 2029
- Kubu Ganjar-Mahfud Resmi Daftar Gugatan Hasil Pilpres ke MK
- Anies Anggap Pertemuan Prabowo-Surya Paloh Tak Luar Biasa
Baca Juga
Kondisi tersebut, dikatakan analis komunikasi politik Hendri Satrio, semakin terlihat di mana elite politik nyaris tidak melibatkan pendapat publik untuk menentukan figur yang akan ditarungkan pada Pilpres 2024.
"Sebagai rakyat saya miris, di mana elit bermain drama tanpa peduli publik. Dan nanti ujung-ujungnya, publik baru disertakan jelang pencoblosan," kata Hensat, sapaan karibnya, kepada wartawan, Sabtu (2/9).
Saat ini, dalam analisa Hensat, pergerakan partai politik yang menarik disimak justru ada di klasemen tengah. Salah satunya, seperti Partai Amanat Nasional (PAN).
Menurutnya, PAN harus jungkir balik mempertahankan elektabilitasnya. Bahkan, sampai harus menarik Erick Thohir untuk mendapatkan efek elektoral atau coattail effect pada Pemilu 2024.
"Makanya PAN konsisten mendorong Erick Thohir (ET) sebagai cawapres. Ini karena ET dianggap memiliki kedekatan dengan kalangan Nahdlatul Ulama (NU)," katanya.
Karena kepentingan utamanya adalah elektabilitas partai, lanjutnya, maka kandidat capres dihitung berdasarkan coattail effect. Yakni, apakah partai akan mendapatkan potensi penambahan suara dari dukungan tersebut.
"Diberbagai partai koalisi saat ini juga akan ada persaingan atas elektabilitas. Misalnya persaingan merebut ceruk pemilih Islam antara PKS dan PKB di koalisi perubahan," pungkasnya.
- Besok Partai Buruh Umumkan Capres-Cawapres 2029
- Hensat: Sejarah Pilkada Jakarta yang Surveinya Tinggi Justru Kalah
- Kubu Ganjar-Mahfud Resmi Daftar Gugatan Hasil Pilpres ke MK