Berada di Kawasan, Tujuh Perusahaan Berpotensi Rusak Hutan Lindung dan Hutan Konservasi

Ist/Rmolsumsel.id
Ist/Rmolsumsel.id

Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh mencatat sebanyak tujuh izin usaha pertambangan (IUP) komoditi emas hingga bijih besi berada dalam kawasan hutan Aceh. Perusahaan-perusahaan itu berpotensi merusak hutan lindung maupun hutan konservasi.


"Ini perlu kita sikapi bersama," kata Koordinator Gerak Aceh, Askhalani bin Muhammad Amin, di sela-sela pertemuan reguler pemantauan kolaboratif perizinan tambang dalam kawasan hutan Aceh bersama Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera, di Banda Aceh, dilansir dari laman Kantor Berita RMOLAceh

Askhalani mengatakan ketujuh IUP itu dikuasai oleh PT Gayo Mineral Resource dengan luas 53.457 hektare berstatus IUP eksplorasi (emas). PT Tambang Indrapuri Jaya seluas 538 hektare dengan status operasi produksi (bijih besi). PT Estamo Mandiri dengan luas 600 hektare berstatus operasi produksi (bijih besi), PT Tripa Semen Aceh seluas 707 hektare berstatus operasi produksi (batu gamping).

Perusahaan lain adalah PT Linge Mineral Resource dengan status IUP eksplorasi (emas), PT Woyla Aceh Mineral status eksplorasi (emas) dan PT Organik Semesta Subur berstatus eksplorasi (bijih besi). 

Dari beberapa perusahaan tersebut, kata Askhalani, terdapat salah satu IUP yang menjadi sorotan publik, seperti  PT Linge mineral Resort di Aceh Tengah. Gerak Aceh, kata Askhalani, kesulitan mengakses data perusahaan itu karena detail perusahaan tersimpan di Jakarta. 

Askhalani berharap semua pihak di Aceh terus memantau kondisi alam, sehingga bisa disampaikan rekomendasi kepada Pemerintah Aceh untuk dilakukan perbaikan tata kelola kedepannya. Dia mengakui UU Cipta Kerja melonggarkan aturan yang sebelumnya cukup ketat.

"Ini yang perlu dikaji agar ada perbaikan ke depan, apa yang harus dilakukan, khususnya terhadap izin yang masuk dalam kawasan hutan," ujar Askhalani.