Muhammad Choirul (42), warga Desa Tanjung Payang Kecamatan Lahat Selatan Kabupaten Lahat tak hentinya mengajukan protes ke sejumlah pihak. Pasalnya, lahan warisan orang tuanya seluas satu hektar yang berada di Desa Gunung Kembang Kecamatan Merapi Timur telah digusur perusahaan batubara PT Mustika Indah Permai (MIP).
- Mahkamah Agung Batalkan Dua Putusan Sebelumnya, Lahan Kantor Golkar Pagar Alam Jadi Milik Wali Kota Ludi
- Sidang Sengketa Lahan PTBA-BSP, Penggugat Serahkan Bukti Kepemilikan
- Sengketa Lahan di Perumahan Kota Modern Sriwijaya Palembang, BPN Turun Tangan Lakukan Pengukuran Ulang
Baca Juga
Lahan tersebut telah dijadikan Kolam Pengelolaan Limbah (KPL) oleh perusahaan. Padahal, lahan tersebut masih bersengketa karena uang ganti rugi tak pernah sampai ke dirinya selaku ahli waris.

Choirul menceritakan, kasus sengketa lahan tersebut sudah terjadi sejak 2014. Saat itu, Choirul yang sudah lama kerja di luar kota pulang kampung untuk melihat tanah warisan orang tuanya di desa tersebut. Namun, betapa terkejutnya dia saat melihat lahan milik orang tuanya itu sudah rata.
“Tadinya, di situ ada tanaman karet, duren dan lain-lain. Tetapi, lahan tersebut sudah digusur oleh pihak perusahaan," kata Choirul saat dibincangi, Minggu (16/1).
Lanjut Choirul, dirinya lalu mencari tahu pelaku penggusuran lahan. Ternyata, pembersihan lahan tersebut dilakukan oleh PT MIP. Salah satu perusahaan tambang batubara yang beroperasi di kawasan Desa Gunung Kembang Merapi Area. Alhasil, dirinya pun lalu bertemu dengan manajemen perusahaan. Dari kronologis tersebut, perusahaan melakukan penggusuran dengan dalih telah memberikan ganti rugi kepada Mantan Kades di desa tersebut bernama Lukman.
“Saya tidak pernah diberi tahu ada ganti rugi. Sampai sekarang pun saya belum menerima apapun. Padahal saya pegang surat-suratnya dan ahli waris yang sah,” ungkapnya.
Pertemuan demi pertemuan dijalani kedua pihak yang bersengketa. Hingga pada akhirnya mendapat kesepakatan bahwa lahan tersebut tidak akan digarap oleh perusahaan. Tetapi, pertengahan Desember lalu, pihak perusahaan kembali menggarap lahan milik Choirul. Lahan tersebut dijadikan Kolam Pengelolaan Limbah (KPL) oleh perusahaan.
“Artinya perusahaan telah melanggar kesepakatan yang telah dibuat 2014 lalu,” katanya.
Choirul pun telah melakukan berbagai upaya hukum. Mulai dari mengirimkan surat somasi, mediasi hingga melaporkan ke sejumlah instansi seperti Kementerian ESDM, Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan Sumsel dan berbagai pihak lainnya.
“Untuk somasi ke perusahaan, tidak pernah ditanggapi. Begitupun undangan mediasi. Saya juga sudah mematok tanah tersebut. Tetapi berulang kali dicabut oleh pihak perusahaan,” ucapnya.
Saat ini, Choirul meminta perusahaan untuk mengembalikan tanah tersebut seperti semula. “Kembalikan saja tanah saya. Saya Cuma ingin lahan warisan ayah saya kembali,” pungkasnya.
- Mahkamah Agung Batalkan Dua Putusan Sebelumnya, Lahan Kantor Golkar Pagar Alam Jadi Milik Wali Kota Ludi
- Sidang Sengketa Lahan PTBA-BSP, Penggugat Serahkan Bukti Kepemilikan
- Tindak Lanjut Dugaan Pencemaran Lingkungan PT RMK, Bupati Muara Enim Akan Panggil DLH dan Dinas Perizinan