Begini Respon Wali Kota Palembang Ratu Dewa Setelah Rival Politiknya Jadi Tersangka Kasus Korupsi

Wali Kota Palembang Ratu Dewa dan Mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda/kolase
Wali Kota Palembang Ratu Dewa dan Mantan Wakil Wali Kota Palembang, Fitrianti Agustinda/kolase

Fitrianti Agustinda yang merupakan rival politik Wali Kota Ratu Dewa dalam pencalonan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Palembang ini resmi ditetapkan sebagai tersangka bersama suaminya Dedi Siprianto.


Keduanya juga telah dilakukan penahanan atas kasus dugaan korupsi pengelolaan biaya pengganti darah di Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang untuk periode 2020-2023.

Menanggapi hal ini, Wali Kota Palembang, Ratu Dewa enggan berkomentar banyak terkait rival politiknya di Pilkada Palembang ini. Menurutnya, ini bukan kapasitasnya untuk berkomentar terkait hal tersebut.

“Silahkan tanya dengan Kajati atau Kajari bae,” katanya melalui pesan singkatnya, Rabu (9/4).

Meski demikian, saat ini yang menjadi tugasnya yaitu membawa PMI Palembang untuk menjadi lebih baik lagi kedepannya.

“Tugas kami sekarang yang penting PMI ke depan agar lebih baik lagi,” singkatnya.

Sebelumnya, Kajari Palembang, Hutamrin mengatakan, berdasarkan hasil penyelidikan tim Penyidik Pidsus Kejari Palembang telah ditemukan dua alat bukti yang sah menurut Pasal 184 KUHAP.

“Maka hari ini tim penyidik telah menetapkan FA dan DS sebagai tersangka dalam perkara dugaan korupsi pengelolaan biaya pengganti darah di PMI Kota Palembang,” kata Hutamrin, Selasa malam (8/4).

Dalam pers rilis di Kejari Palembang, Hutamrin mengatakan tim penyidik telah melaksanakan tugas secara profesional dan mengedepankan asas praduga tak bersalah.

“Tersangka FA dan DS dilakukan penahanan 20 hari kedepan, untuk FA ditahan di Lapas perempuan kelas 2 Palembang, sementara tersangka DS di Rutan kelas I A Palembang,” ungkap dia.

Hutamrin menjelaskan kasus ini bermula dari dugaan penyalahgunaan Pengelolaan Biaya Pengganti Pengolahan Darah Pada Palang Merah Indonesia (PMI) Kota Palembang Tahun 2020-2023, yang diduga tidak sesuai dengan ketentuan dan menimbulkan potensi kerugian keuangan negara.

“Nah kedua tersangka memiliki peran aktif dalam pengelolaan dana tersebut dan tidak sesuai dengan peruntukkannya, sementara untuk kerugian negara masih dalam perhitungan oleh BPKP,” jelasnya.

Hanya saja, Hutamrin masih belum menjelaskan secara rinci terkait kasus modus yang dilakukan keduanya dalam perkara tersebut.

“Untuk lebih jelasnya dan fakta-fakta yang lain nanti akan kita uraikan dan ungkap dalam dakwaan, sebab sudah masuk dalam Pokok perkara,” jelas dia.

Kedua tersangka sementara diancam dengan Pasal 2 Ayat (1) dan pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat 1 Ke-1 KUHP.