Bara Alam Utama Akui Perubahan Alur Sungai Kungkilan Tinggal Tunggu Rekomendasi, Begini Kata Walhi

Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri. (rmolsumsel)
Direktur Eksekutif Walhi Sumsel, Hairul Sobri. (rmolsumsel)

PT Bara Alam Utama (PT BAU) membantah telah melakukan pemindahan alur Sungai Kungkilan di wilayah Kecamatan Merapi Barat, Kabupaten Lahat, tanpa izin pihak berwenang. 


Menurut Humas dan Legal PT BAU, Pandu Prayudha, justru pemindahan alur sungai tersebut belum dilakukan, karena saat ini pihaknya masih menunggu rekomendasi teknis dari Balai Besar Wilayah Sungai Sumatera (BBWSS) Wilayah VIII Palembang. 

"Baru diajukan dan sedang berproses,” kata Pandu kepada Kantor Berita RMOLSumsel beberapa waktu lalu. 

Pandu menjelaskan, pemindahan alur sungai diperlukan lantaran daerah di bagian hilir yang bermuara ke Sungai Lematang kerap menimbulkan banjir saat hujan. Hal ini disebabkan aliran air Sungai Kungkilan tertahan di bagian muara, karena debit Sungai Lematang yang juga tinggi.

Nah terkait kasus pencemaran yang dilaporkan oleh warga, Pandu mengungkapkan, pihaknya siap untuk mengikuti proses hukum yang ada. Termasuk membayar ganti rugi kepada warga atas pencemaran yang dilakukan sebesar Rp2,3 miliar. “Kami sifatnya menunggu. Kalaupun ada perintah dari pengadilan kami harus membayar, ya kami akan taati,” ungkapnya. 

Dari penelusuran Kantor Berita RMOLSumsel, pemindahan alur Sungai Kungkilan, terungkap ketika warga Desa Negeri Agung, Kecamatan Merapi, Kabupaten Lahat berdemonstrasi pada Oktober 2015. (Baca: https://sumsel.tribunnews.com/2015/10/06/rusak-sungai-kungkilan-pt-bau-diminta-hengkang).

Saat itu, perwakilan warga, Ruspawan menyatakan, pihaknya menolak upaya relokasi Sungai Kungkilan sepanjang 800 meter yang akan dilakukan oleh PT BAU. Sebab sebelumnya, pemindahan alur sungai yang dilakukan oleh perusahaan dianggap merugikan warga. 

Salah satu dampak relokasi yang dilakukan itu membuat Desa Negeri Agung kehilangan wilayah seluas sekitar 60 hektar, sehingga terjadi penyempitan wilayah administrasi desa. 

Terkait hal itu, Guntur, yang jadi perwakilan perusahaan saat itu mengatakan, bahwa relokasi atau pemindahan alur sungai sudah sesuai dengan aturan dan desain tambang PT BAU. Sehingga nantinya, setelah seluruh aktivitas pertambangan PT BAU sudah selesai, alur Sungai Kungkilan akan dikembalikan lagi seperti semula sebelum aktivitas tambang dilakukan di kawasan tersebut. 

Selain itu, ulasan mengenai pencemaran dan dugaan perubahan alur Sungai Kungkilan juga telah pernah dibahas sebelumnya. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/ada-dugaan-pt-bara-alam-utama-alihkan-fungsi-sungai-kungkilan-tanpa-izin-bbwss)

Terbaru, PT BAU bersama beberapa perusahaan tambang yang beroperasi di kawasan Kecamatan Merapi Lahat, mendapat protes warga akibat menimbulkan polusi dalam proses pengangkutan batubara. (Baca: https://www.rmolsumsel.id/tak-penuhi-poin-kesepakatan-dinas-esdm-sumsel-bisa-rekomendasikan-setop-angkutan-batubara-lahat). 

Gerakan Pemuda Peduli Ayik Kungkilan (GPPAK) pernah melakukan ekspedisi menelusuri jejak pencemaran dan perubahan alur Sungai Kungkilan beberapa tahun lalu. (ist/rmolsumsel)

Terpisah, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Sumsel, Hairul Sobri menilai, pemerintah seharusnya melihat kondisi yang ada. Jauh sebelum proses pemindahan alur sungai ini diupayakan untuk dilegalkan, justru pemberian izin perubahan alur sungai oleh pemerintah ini merupakan preseden buruk bagi pembangunan berwawasan lingkungan. 

"Kami pikir bila pemerintah menyetujui hal itu, sama saja dengan proses pelegalan kejahatan lingkungan hidup,” ujarnya kepada RMOLSumsel.

Sobri melanjutkan, aktivitas perusahaan selama ini disinyalir telah lebih dulu melakukan pencemaran di kawasan tersebut, telah mengganggu ekosistem yang ada. 

Jadi, bila dilakukan perubahan alur sungai, akan semakin memperparah kondisi ekosistem yang ada. Tidak sampai disitu, bencana ekologi juga menjadi ancaman berikutnya. 

"Struktur Sungai Kungkilan itu sudah terbentuk secara alami, kemudian tercemar. Lantas setelah tercemar, bukan diperbaiki malah diubah. Ini tidak menyelesaikan masalah, justru menimbulkan masalah baru," jelasnya. 

“Ya salah satunya banjir. Ini kerap jadi momok bagi warga di kawasan itu. Pemerintah seharusnya hadir untuk lingkungan dan kehidupan masyarakat yang lebih baik, bukan justru berpihak kepada perusahaan lewat izin perubahan alur sungai ini,” tandas dia.