Dampak dari pandemi Covid-19 membuat banyak perusahaan di Sumatera Selatan yang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) sepihak. Sayangnya hal itu tidak termonitor Dinas Tenaga Kerja.
- Sidang Gugatan PHK Sepihak, Perwakilan Perusahaan Tak Hadir
- Di PHK Sepihak, Karyawan PT Pelni Bakal Geruduk Kantor BUMN
Baca Juga
Wakil Ketua Komisi V DPRD Sumsel, Mgs Syaiful Padli mengatakan, dari laporan karyawan maupun serikat pekerja menyampaikan adanya gelombang PHK yang luar biasa sebagai imbas pandemi tanpa ada pertanggungjawaban perusahaan.
“Kami di Komisi V akan menjadikan ini perhatian khusus. Kami meminta data dari serikat pekerja dan akan memanggil perusahaan-perusahaan yang melakukan PHK sepihak karyawannya dan tidak diberikan pesangon,” ujar Syaiful pada diskusi tentang kondisi buruh pascapandemi Covid-19 di Sumatera Selatan yang dilaksanakan di ruang rapat Fraksi PKS DPRD Sumsel, Senin (16/5).
Menurut Syaiful, dari pembahasan itu pula diketahui bahwa peran pengawasan yang seharusnya dilakukan Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Sumsel tidak berjalan sebagaimana mestinya.
“Hal ini terbukti banyaknya perusahaan-perusahaan ketika bermasalah dengan karyawannya tidak menjadi perhatian serius dari pengawas perusahaan itu. Bahkan perusahaan yang sudah diberikan SP I dan SP II kemudian tidak ada penyelesaian dari perusahaan tersebut, terkesan mengacuhkan peringatan dari Dinas Tenaga Kerja tersebut. Ini akan menjadi perhatian kami dan akan meminta penjelasan dari Kepala Dinas Tenaga Kerja Provinsi Sumsel terkait hal itu,” kata Syaiful.
Kepala Departemen, Jaringan Pekerja Bidang Tenaga Kerja DPP PKS, Muhammad Rusdi mempertanyakan omnibuslaw yang diharapkan bisa menciptakan lapangan pekerjaan ternyata sampai dua tahun setelah disahkan malah belum berdampak apa-apa.
“Fakta yang ada adalah pekerja makin sudah, PHK dimana-mana. Nah sesuai dengan amanah konstitusi Pasal 27 ayat 2 bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pekerjaan agar dia tidak miskin, maka sudah selayaknya Pemerintah mengalokasikan dana-dana sosial seperti BLT seperti di era sebelumnya. Itu harus dikucurkan kepada para pekerja yang di PHK dan tidak mendapatkan pesangon,” tuturnya.
Di sisi lain, Rusdi bersyukur Pemerintah akhirnya membatalkan Permenaker Nomor 2 tahun 2022 tentang pembatasan JHT dengan terbitnya Permenaker Nomor 4 tahun 2022 bahwa JHT bisa diambil tidak harus menunggu usia 56 tahun.
“Tapi tidak cukup hanya itu, ketika ada buruh di PHK atau dirumahkan, Pemerintah harus membantu. Tapi saya ragu Pemerintah bisa bantu, karena Pemerintah tidak punya data dan perusahaan tidak melapor setiap pekerja yang diberhentikan perusahaan secara semena-mena. Kita minta Pemerintah daerah termasuk di Sumsel ini pro aktif mencari data di mana saja perusahaan yang mem-PHK para pekerja ini dan dia di PHK tidak mendapatkan apa-apa. Sehingga menjadi tanggung jawab Pemerintah untuk bisa memberikan bantuan-bantuan sosial atau akses lapangan pekerjaan serta bantuan wirausaha agar buruh ini dan keluarganya bisa hidup sejahtera dan layak,” katanya.
- Sidang Gugatan PHK Sepihak, Perwakilan Perusahaan Tak Hadir
- Di PHK Sepihak, Karyawan PT Pelni Bakal Geruduk Kantor BUMN