Banyaknya kritikan dari para pemerhati lingkungan, Bangladesh memutuskan untuk membatalkan 10 pembangkit listrik tenaga batu bara, termasuk yang didanai asing. Keputusan ini menghilangkan sekitar 8.711 megawatt total pembangkit listrik yang direncanakan.
- Breezon R1270, Rahasia Pendingin Ramah Lingkungan ala Pertamina
- Pemerintah Tetapkan Harga Jual Batubara Industri 90 Dolar per Ton
- Jalin Kemitraan Strategis, IM3 dan Air Asia Permudah Komunikasi Traveler Mancanegara
Baca Juga
Menteri Muda Tenaga Listrik Nasrul Hamid mengatakan, pembangkit listrik tenaga batu bara dibatalkan karena dampak negatif terhadap lingkungan dan kurangnya kemajuan dalam menyelesaikan proyek, meskipun telah disetujui sejak lama.
"Pemerintah lebih memilih pembangkit listrik berbasis gas alam cair, gas minyak cair, dan energi terbarukan," katanya seperti dikutip RMOLNetwork dari Nikkei Asia, Kamis (8/7).
Namun, pemerintah setempat belum menyerah total pada pembangkit listrik tenaga batu bara. Dalam wawancara telepon baru-baru ini dengan Nikkei, Hamid berkata, “Keputusan seperti itu belum diambil. Waktu akan menentukan tindakan kita.”
"Bangladesh telah menetapkan target untuk menghasilkan 40 persen listrik dari energi terbarukan pada tahun 2041, tetapi pemerintah ragu-ragu untuk melakukan 'crash program' untuk mewujudkan tujuan tersebut," kata Hamid.
Mei lalu, negara-negara G-7 telah berjanji untuk menghentikan pembiayaan baru proyek-proyek energi berbahan bakar batubara pada akhir tahun.
Bank Pembangunan Asia dan bank-bank Jepang mendukung langkah tersebut, sementara China memberi tahu Bangladesh dalam surat Februari bahwa mereka tidak akan lagi mempertimbangkan proyek-proyek dengan polusi tinggi dan konsumsi energi tinggi, seperti pertambangan batu bara dan pembangkit listrik tenaga batu bara.
Para pemerhati lingkungan memuji keputusan pemerintah Bangladesh untuk membatalkan pembangkit listrik. Tetapi mereka juga menuntut road map untuk akhirnya menghapus semua pembangkit listrik tenaga batu bara.
“Itu inisiatif yang sangat disambut baik dan mungkin pemerintah sedang mempertimbangkan pengurangan lebih lanjut,” kata Atiq Rahman, direktur eksekutif Pusat Studi Lanjutan Bangladesh.
Rahman mengatakan, upaya harus dilakukan untuk berinvestasi dalam listrik tenaga surya, meskipun keseimbangan mungkin diperlukan yang mencakup emisi rendah dan impor LNG atau LPG untuk memenuhi permintaan energi dalam waktu dekat.
Shamsul Alam, profesor di Daffodil International University di Dhaka, mengatakan konversi pembangkit listrik dari batu bara ke bahan bakar lain dapat direalisasikan asalkan ada analisis dasar apakah negara akan diuntungkan atau dilonggarkan dari perubahan kebijakan. Namun sejauh ini pemerintah belum menindaklanjutinya.
- Transaksi Penukaran Uang Lebaran Tembus Rp123 Triliun
- Listrik Pintar, Inovasi Pemkab Muba Pertama di Indonesia
- Auto2000 Veteran Raih Sertifikasi Green Building EDGE Advance Pertama di Sumatera