Asosiasi Petani Tebu Harap Permenperin Tekan Aksi Mafia Gula

Ilustrasi petani tebu. (Kementan/rmolsumsel.id)
Ilustrasi petani tebu. (Kementan/rmolsumsel.id)

Ketua DPD Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI), Sunardi Edy Sukamto meminta pemerintah bersikap tegas terhadap mafia-mafia gula yang telah merugikan para petani tebu. Ketegasan itu dengan mengimplentasikan regulasi yang sudah dibuat dalam Permenperin.


"Pemerintah jangan kompromi terhadap kepentingan para pemburu rente di sektor pangan, terutama sektor gula. Skema pengawasan di sektor gula mesti terus diperkuat agar kami para petani tebu tidak dirugikan para pemburu rente," tegas Sunardi, Minggu (20/6).

Sejauh ini, kata dia, keberadaan para mafia gula menjadi persoalan serius bagi para petani tebu. Oleh karenanya, ia berharap dengan adanya Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 3/2021 tentang Jaminan ketersediaan Bahan Baku Industri Gula Dalam Rangka Pemenuhan Kebutuhan Gula Nasional bisa menekan sepak terjang para mafia gula.

"Dengan adanya Permenperin 3/2021, spirit membenahi sektor gula dan membenahi sepak terjang para pemburu rente bisa jadi momentum pemerintah. Tinggal implementasi dan pengawasan regulasi tersebut dijalankan dengan komitmen kuat," tegasnya.

Baginya, cita-cita swasembada pangan akan sulit terealisasikan sepanjang persoalan-persoalan yang terus dihadapi para petani tebu belum dapat teratasi.

"Kita belum swasembada setiap panen tebu, di saat musim giling gulanya susah jual dan harga turun. Saya kira persoalan-persoalan seperti mesti dibenahi," tegasnya.

Lebih lanjut, Edy mendorong pemerintah menetapkan sebelas pabrik rafinasi yang ada di Indonesia dan dua pabrik baru di Jawa timur masuk ke dalam daftar investasi negatif.

"Karena hanya mengandalkan bahan baku dari impor raw sugar. Selama hampir 18 tahun, mereka beroperasi dan lima tahun di Jatim meraup untung besar. Mestinya sekarang sudah wajib menanam tebu sendiri," sindirnya.

Edy pesimis apabila tidak dibarengi konsep pengaturan yang memadai, maka swasembada hanya angan-angan belaka.

"Bicara swasembada, mestinya dipikirkan soal bagaimana pemerintah membuat neraca gula nasional satu pintu. Saat ini neraca gula tidak jelas," tandasnya.