Antrian panjang BBM jenis solar di sejumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kota Palembang nyatanya memberi dampak serius pada sektor ekonomi.
- Tempati Gedung Baru, Kanwil V bank bjb Pindah ke HR Muhammad Surabaya
- Ini Alasan Warga Palembang Borong Emas Meski Harganya Melonjak
- Defisit Anggaran jadi Tantangan Besar di Awal Langkah Presiden Prabowo
Baca Juga
Ironisnya sampai saat ini belum ada solusi yang memuaskan bagi pelaku usaha dan masyarakat. Seperti yang diungkapkan oleh Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Sumatera Selatan, Affandi Udji.
"(Antrian) ini sudah berlangsung lama. Macet di setiap SPBU. Sudah berlangsung lama dan belum ada solusi," katanya dalam keterangan pers Kamis (7/12).
Dia menduga salah satu masalah yang menyebabkan terjadinya antrian kendaraan ini adalah penggunaan barcode yang saat ini, di sejumlah kota besar di Indonesia sudah dihilangkan. Sehingga pihaknya siap bekerjasama dengan Pertamina mengatasi masalah ini.
"Apakah kita bisa mencari solusi tanpa menggunakan barcode atau menemukan formula lain yang tidak menyebabkan antrian panjang? Ini juga demi kenyamanan masyarakat yang harus mengantri lama," jelas Affandi.
Dalam upaya mengatasi kendala penggunaan barcode, Affandi menekankan pentingnya sosialisasi yang baik kepada pengguna BBM di daerah. Agar masalah antrian panjang solar di SPBU dapat segera teratasi.
Selain itu pihaknya juga meminta Pertamina untuk menambah kuota JBT dan JBKP untuk mengatasi kelangkaan BBM jenis Solar di Sumsel.
"Kami berharap penambahan kuota tersebut segera disetujui oleh Komisi VII DPR RI untuk mengatasi kelangkaan dan penumpukan antrian di SPBU," harapnya.

Tidak hanya di kota Palembang, antrian BBM jenis solar ini juga terjadi di sepanjang Prabumulih, Muara Enim, Lahat, sampai Pagaralam. Seperti di SPBU 23.315.19 yang berada di Jl Air Perikan, Pagaralam.
Ratusan kendaraan, mulai dari minibus, truk, hingga mobil bis, terlihat mengantri untuk membeli solar bersubsidi.
"Kami sudah mengantri sejak jam 8 pagi hingga jam 5 sore ini belum dapat jatah, terpaksa menunggu kiriman solar besok pagi," ungkap Ari Kusmiran sopir truk angkutan sayur di Pagar Alam.
Lebih lanjut dia mengatakan, dirinya bersama sopir angkutan lainnya tidak mampu membeli BBM solar non-subsidi karena harganya mahal dan tidak sebanding dengan upah jasa angkut yang mereka terima.
"Tidak ada pilihan lain, kita hanya mampu beli solar. Maka dari itu kami minta dicarikan solusi agar kami juga bisa menikmati solar subsidi, karena ini sangat penting bagi kami," jelasnya.
Sementara itu, Evi pengusaha SPBU di Jalan Air Perikan, Kecamatan Pagar Alam Selatan mengatakan antrian pembeli ini terjadi karena kendaraan dari daerah lain sekitar kawasan Pagaralam juga ikut mengantri di SPBU tersebut.
"Kuota dan jadwal pengiriman tidak berubah tapi kondisi ini saya kira karena pengguna kendaraan jenis solar yang bertambah," pungkasnya.
- Tarif Impor AS Membebani Indonesia: Kadin Sumsel Beberkan Dampak Negatif dan Strategi Menghadapinya
- Kadin Sumsel Dorong Bandara SMB II Kembali Berstatus Internasional
- Angkat Ekonomi Lokal, Kadin Sumsel Siapkan Dua Agenda Ini