Anak Anggota DPRD OKU yang Dikeluarkan dari Ponpes Alami Trauma, Enggan Sekolah dan Murung di Kamar

Yeri didampingi kuasa hukumnya saat memberikan keterangan pers kepada awak media. (amizon/rmolsumsel.id)
Yeri didampingi kuasa hukumnya saat memberikan keterangan pers kepada awak media. (amizon/rmolsumsel.id)

Sungguh miris yang dialami santriwati yang dikeluarkan dari Pondok Pesantren (Ponpes) Al Fakhriyah Baturaja, beberapa hari lalu.


Pasalnya, menurut pengakuan sang ayah, Yeri Ferliansyah yang merupakan anggota DPRD OKU terpilih dari Partai Perindo, putrinya berinisial MFR, mengalami trauma sehingga tidak mau sekolah dan hanya mengurung diri dalam kamar.

“Anak saya duduk di kelas 8D. Dia dikeluarkan dari pondok karena terlambat masuk pondok sewaktu izin menghadiri acara pelantikan saya. Sekarang dia trauma dan tidak mau sekolah. Dari kejadian sampai hari ini, dia hanya murung di dalam kamar,” kata Yeri kepada awak media, Selasa (20/8).

Yeri menegaskan, jika dalam beberapa hari ke depan belum ada perubahan terhadap putrinya, maka dirinya akan melakukan pengobatan psikis terhadap anaknya.

“Kita lihat dulu ke beberapa hari ke depan, semoga psikologis putri saya bisa pulih. Jika tidak maka saya akan melakukan pengobatan dan juga melaporkan kejadian yang dialami putri saya ke Komna Anak atau KPAI,” tegasnya.

Begitu juga dengan proses hukum yang telah berjalan, Yeri mengaku akan terus menempuh jalur hukum, mengingat pihak ponpes juga telah menempuh jalur hukum.

“Proses hukum akan terus kita lakukan karena pimpinan ponpes tidak memberikan toleransi terhadap anak saya. Begitu juga waktu saya datang meminta maaf dan mengambil pakaian putri saya, ustad Baron tidak mau  menemui dan justru pergi melapor ke Polres,” jelasnya.

Diberitakan sebelumnya, seorang anggota DPRD Kabupaten OKU dari Partai Perindo, Yeri, melaporkan pimpinan Pondok Pesantren (Ponpes)  Al Fakhriyah Baturaja ke pihak kepolisian.

Hal ini dikarenakan dirinya tidak terima dengan sikap pimpinan Ponpes biasa disapa ustad Baron, yang dinilainya bersikap kurang ramah dan mengeluarkan putrinya dari pesantren tersebut.

Kepada awak media, Yeri menuturkan, kejadian bermula saat putrinya meminta izin untuk menghadiri acara pelantikan dirinya dan akan kembali ke Ponpes pada pukul 5 sore, Jumat (16/8).

Namun, dikarenakan jadwal pelantikan yang molor dan baru selesai pada pukul 17.00 WIB, Yeri menghubungi pihak Ponpes dan meminta toleransi mengembalikan putri pada esok hari atau Sabtu (17/8).

“Pihak pesantren memberi kelonggaran hingga pukul 21.00 WIB atau pukul sembilan malam, sedangkan kegiatan keluarga di rumah baru saja mau dimulai. Makanya saya menghubungi pihak pesantren melalui pesan singkat yang mengatakan jika anak saya baru bisa pulang esok harinya,, tapi chat saya tidak dibalas,”  beber Yeri, Minggu (18/8).

Keesokan harinya, lanjut Yeri,  dia baru mengembalikan putrinya ke pesantren dengan maksud sambil meminta maaf atas keteroambatan memulangkan anaknya.

“Saya sudah meminta maaf tapi pihak ponpes tetap memberi sanksi untuk anak saya yakni SP 1 yang katanya tidak boleh dijenguk dalam beberapa waktu,” jelasnya.

Lantaran merasa keberatan, lantas Yeri meminta kepada pihak ponpes untuk menjatuhkan semua sanksi tersebut kepada dirinya, lantaran yang membuat bukan putrinya.

“Tapi mereka bersikeras tetap memberi sanksi kepada anak saya. Bahkan pihak ponpes menegaskan jika tidak bisa mengikuti aturan, saya disuruh bawa pulang anak saya. Artinya mereka memberhentikan anak saya,” terangnya.

Hal itu lah yang memicu pertengkaran antara Yeri dan pihak ponpes, hingga membuat putrinya ketakutan dan menangis hingga membuat Yeri kembali ke dalam ruang tunggu pesantren dengan menjelaskan kepada pengurus jika apa yang dilakukan dan dikatakan pihak pesantren sudah melukai hati anaknya.

“Bukan penjelasan yang baik saya terima, malah pihak pesantren berkata jika tidak senang dengan aturan silakan bawa anak bapak. Di sana saya emosi dan sempat meninggikan nada bicara,” kata Yeri

Tak sampai di situ, setelah Yeri membawa anaknya pulang, tiba-tiba beredar potongan rekaman video pada saat dirinya sedang marah-marah, sehingga membuatnya merasa nama baiknya telah dirusak oleh pihak ponpes.

“Makanya hari ini saya memutuskan menemui pihak ponpes dengan harapan menukan jalan keluar. Tapi pimpinan ponpes malah pergi dan melapor ke Polres. Makanya saya juga memutuskan membuat laporan ke Polres,” pungkasnya.

Edison Dahlan SH MH, selaku kuasa hukum Yeri menambahkan, bahwa perbuatan pihak ponpes yang menyebar rekaman potongan video tersebut telah merusak nama baik kliennya.

“Benar, kita akan membuat laporan ke Polres OKU. Karena penyebaran video oleh pihak ponpes telah merusak nama baik klien kami, apa lagi baru satu hari dilantik sebagai DPRD OKU,” tegasnya.

Ditanya mengenai psikologis putri kliennya, Edison mengatakan, pihaknya akan mempelajari dahulu apakah ada dampak trauma atau tidak terhadap santri tersebut.

"Kita pelajari dulu apakah psikologis anak trauma. Jika ada ditemukan, maka kita akan minta perlindungan dan pemulihan kepada KPAI,” katanya.

Terpisah, ustad Baron ketika ditemui awak media di Ponpes Al Fakhriyah Baturaja, dirinya terlihat bergegas menaiki mobil dan ingin melaporkan Yeri ke Polres OKU atas dugaan pengancaman terhadap pihaknya.

“Ya, saya mau ke Polres melaporkan saudara Yeri atas dugaan intimidasi dan pengancaman,” katanya seraya melajukan mobilnya dengan pelan.