Alex Noerdin Menangis Saat Bacakan Pleidoi: Saya Menjadi Sasaran Kriminalisasi Bersensasi Politik

Terdakwa Alex Noerdin saat menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor Palembang beberapa waktu lalu/RMOL
Terdakwa Alex Noerdin saat menghadiri sidang di Pengadilan Tipikor Palembang beberapa waktu lalu/RMOL

Mantan Gubernur Sumatera Selatan Alex Noerdin menangis saat membacakan pleidoi dalam sidang yang digelar Pengadilan Tipikor Palembang, Kamis (2/6).


Alex yang hadir secara virtual, menangis dan meminta agar ketua Majelis Hakim membebaskan seluruh tuntutan pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU) terhadap dirinya.

Dia mengatakan, dua kasus korupsi yang menimpa dirinya yakni korupsi PDPDE soal pembelian gas bumi yang merugikan negara 30,258 USD serta pembangunan masjid Sriwijaya dimana ia dituduh menerima uang Rp 4,843 Miliar tidaklah terbukti.

Dari seluruh saksi yang dihadirkan, tak ada satupun membuktikan dalam persidangan bahwa dirinya melakukan tindak pidana korupsi pada kedua kasus tersbeut.

“Majelis hakim saya harap untuk melihat dengan jernih dengan mata hati,”kata Alex sembari menangis.

Alex mengaku, selama menjabat sebagai Gubernur Sumatera Selatan dua periode sejak 2008-2018 ia terus memberikan sumbangsih untuk masyarakat seperti membuat program berobat gratis dan sekolah gratis. 

Bahkan, nama Sumatera Selatan pun telah terbang ke kancah Internasional setelah event-event olahraga besar berhasil digelar di Palembang. 

Setelah keberhasilan tersebut, Alex pun melanjutkan maju sebagai wakil rakyat dengan terpilih sebagai anggota DPR RI.

“Saya memahami mengemban jabatan politik sebagai Gubernur dan anggota DPR RI bukanlah perkara mudah. Permasalahan ini bukan hanya berdampak kepada saya, namunjuga orang lain. Ini adalah cobaan dari Allah untuk menjadikan saya pribadi yang kuat,”ujarnya.

Untuk perkara PDPDE Alex mengaku bahwa tak ada bukti ia telah menimbulkan kerugian negara mencapai 30,258USD. PDPDE sebagai BUMD asal Sumatera Selatan dalam pembelian gas bumi di Jambi, Merang tidak sedikitpun mengalami kerugian.

Sebab, PT Dika Karya Lintas Nusanta (DKLN) telah menjalani kerajasama dengan PDPDE untuk membeirkan saham 15 persen dalam pengolahan gas. Bahkan, pada tahap awal, seluruh biaya pengolahan itu dikeluarkan oleh PT DKLN.

Sedangkan, untuk kasus dugaan korupsi pembangunan Masjid Sriwijaya. Tak ada satupun saksi yang menyatakan Alex telah menerima uang Rp Rp4,843 Miliar.

“Ada pihak yang men design pembunuhan karakter Alex Noerdin untuk korupsi hibah Masjid (Sriwijaya),”ujarnya.

"Saya menjadi sasaran kriminalisasi bersensasi politik. Padahal semua kebijakan yang saya lakukan di Masjid Sriwijaya dan PDPDE merupakan kebijakan gubernur yang telah sesuai peraturan perundangan-undangan,” katanya

Sebelumnya, JPU Kejati Sumsel Azwar Hamid saat membacakan tuntutan pada Rabu (25/5/2022) meminta majelis hakim agar menjatuhkan hukuman 20 tahun penjara terhadap Alex.

Alex dikenakan oleh JPU pasal berlapis, yakni pasal 2 ayat (1) Juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana.

Serta subsidair Pasal 3 Juncto Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tidak Pidana Korupsi Juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUH Pidana.

“Meminta kepada majelis hakim untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa Alex Noerdin selama 20 tahun penjara,”kata JPU.

Selain hukuman penjara maksimal, Alex pun dikenakan denda sebesar Rp 1 miliar bilan tidak diganti. Maka akan diganti dengan kurungan badan selama enam bulan. Kemudian, politisi partai Golkar itu juga dijatuhi pidana tambahan berupa uang pengganti untuk kasus PDPDE sebesar 3,90 juta USD dan membayar uang pengganti Rp 4,8 miliar untuk kasus masjid Sriwijaya.

“Harta benda terdakwa akan disita, namun jika tidak cukup maka akan diganti dengan pidana penjara selama 10 tahun.