Banjir besar yang melanda sejumlah titik wilayah di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) sebenarnya telah diprediksi sejumlah aktivis lingkungan maupun warga. Masifnya industri pertambangan di wilayah tersebut dituding menjadi penyebab luapan air yang merendam 1.695 rumah warga tersebut.
- Pj Bupati OKU Teddy Meilwansyah Sebut Banjir Baturaja karena Deforestasi, Bukan Aktivitas Tambang?
- Abadi Ogan Cemerlang (AOC) Diprotes Masyarakat dan Aktivis Lingkungan, Dalang di Balik Banjir Besar OKU?
- Bank Sumsel Babel Salurkan Bantuan untuk Korban Banjir di Baturaja, Muara Dua dan Muara Enim
Baca Juga
Beberapa tambang di wilayah OKU membuang limbah hasil penambangan yang bermuara ke Sungai Ogan. Akibatnya, terjadi peningkatan sedimentasi di sungai tersebut sehingga ketika hujan turun dengan intensitas tinggi tidak mampu menampung debit air.
"Aktivitas pertambangan ini menimbulkan sendimentasi hingga akhirnya luapan sungai Ogan tak tertampung lagi. Selain itu, pertambangan membuat daerah resapan air juga berkurang karena membuka lahan dan membabat hutan," kata Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian Pengembangan Pembangunan dan Dampak Lingkungan (LP3L), Yunizir Djakfar.
Di samping itu, sejumlah perusahaan batu bara yang melakukan aktivitas penambangan diketahui banyak melanggar lingkungan serta sudah diberikan sanksi administratif oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Pertanahan (DLHP) Sumsel. Tetapi, perusahaan yang diberi sanksi masih bisa beroperasi.
Dia mencontohkan, aktivitas tambang PT Prima Lazuardi Nusantara yang berada di Desa Terusan dan Desa Batu Kuning, Kecamatan Baturaja Timur. Sebelumnya, beberapa aktivis telah mengkritisi aktivitas penambangan yang dilakukan perusahaan lantaran dikhawatirkan merusak lingkungan.
Perusahaan ini juga telah mendapat sanksi berupa Proper Merah di 2022 lalu dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Selain itu, lokasi IUP sangat dekat dengan Sungai Air Kurup 3 yang bermuara ke Sungai Ogan dan menjadi sumber kehidupan masyarakat.
"Sudah pernah dikritisi soal perusahaan ini. Harusnya pemerintah dalam hal ini DLH Kabupaten maupun provinsi segera menindaklanjutinya. Dan terbukti, pengaruhnya sangat besar hingga terjadinya bencana banjir beberapa Waktu lalu," ucapnya.
Apalagi belakangan diketahui jika izin AMDAL perusahaan tersebut sudah habis masa berlaku seperti yang telah diungkap salah seorang pejabat di DLH Kabupaten OKU.
"Kami mendorong DLH Kabupaten OKU kedepannya dapat mengevaluasi izin AMDAL seluruh perusahaan tambang yang ada di OKU. Sehingga, operasionalnya benar-benar memperhatikan dampak lingkungan yang bisa berujung kepada bencana," tegasnya.
Sementara itu, Ami (43), warga Desa anjung Baru, Kecamatan Baturaja Timur meminta pemerintah mengevaluasi seluruh perusahaan tambang batu bara yang ada di wilayah tersebut. Dia meminta, perizinan terhadap perusahaan yang berpotensi merusak lingkungan begitu mudah diberikan.
"Bila perlu seluruhnya bisa dievaluasi Kembali. Aktivitasnya apakah ada yang melanggar atau tidak. Sudah cukup dampak banjir kemarin memakan korban ribuan jiwa yang rumahnya terendam," ucapnya.
Dia juga meminta agar pemerintah memperhatikan track record perusahaan yang akan melakukan aktivitas penambangan di Kawasan OKU. "Kalau memang 'residivis' pelanggar lingkungan, lebih baik tidak usah diizinkan beroperasi," pungkasnya.
- Universitas Muhammadiyah Palembang Siap Kelola Tambang di Sumsel, Ajukan Izin Batu Bara dan Pasir Korsa
- Pengelolaan Tambang oleh Kampus Harus Diberi Batasan, DPRD Sumsel: Jangan Sampai Ganggu Proses Perkuliahan
- Sugico Grup Diduga Lakukan Ijon IUP yang Merugikan Negara, Kementerian ESDM dan Kejagung Didesak Segera Bertindak!