Aktivis Desak APH Usut Dugaan Penambangan di Luar IUP PT Semen Baturaja (SMBR)

Ketua Forum Masyarakat Sukajadi OKU Bersatu (FORKOMSOB), Rico S Armahesa. (ist/rmolsumsel.id)
Ketua Forum Masyarakat Sukajadi OKU Bersatu (FORKOMSOB), Rico S Armahesa. (ist/rmolsumsel.id)

Dugaan aktivitas penambangan tanah liat (clay) di luar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dilakukan oleh PT Semen Baturaja (SMBR) Tbk, anak perusahaan PT Semen Indonesia (SIG) mendapat perhatian sejumlah pihak. 


Salah satunya Ketua Forum Masyarakat Sukajadi OKU Bersatu (FORKOMSOB), Rico S Armahesa. Sebagai warga yang tinggal ring 1 Kawasan penambangan, mereka khawatir jika aktivitas tersebut dapat berdampak ke kehidupan mereka.

"Tentunya kami yang bakal menjadi korban dari tindakan yang dilakukan perusahaan," kata Rico kepada Kantor Berita RMOL Sumsel, Selasa (21/5). 

Dia meminta, aparat penegak hukum (APH) dapat bertindak untuk mengusut dugaan tersebut. Sebab apabila dibiarkan, dampak lebih luas akan dirasakan langsung masyarakat. "Lagipula setahu saya, penambangan di luar IUP ini bisa menimbulkan kerugian negara. Sehingga kami mendorong APH bisa segera bertindak," ucapnya. 

Dijelaskan, persoalan ini dapat menjadi contoh yang melahirkan efek jera bagi perusahaan-perusahaan tambang lain yang tengah beroperasi di dalam wilayah OKU. "Ketentuan pidananya juga sudah ada seperti yang tertuang di Pasal 164 UU Nomor 3 Tahun 2020 Tentang Pertambangan Mineral Dan Batubara," tegasnya.

Selama ini, organisasi yang dipimpin Rico terus mengawal aktivitas yang dilakukan perusahaan plat merah (BUMN) tersebut. "Harus kami katakan bahwa sejak dulu tingkat kepedulian SMBR kepada masyarakat sangat rendah. Bahkan mengalami degradasi di era ini atau sejak bergabungnya PT Semen Baturaja dengan Semen Indonesia Grup (SIG). Ini juga yang selalu menjadi alasan pihak PT Semen Baturaja saat masyarakat mengajukan permohonan bantuan," jelasnya.

Rico juga menyinggung banjir besar yang melanda Kawasan OKU beberapa Waktu lalu. Menurutnya, sudah saatnya pemerintah untuk mengkaji ulang izin AMDAL yang dimiliki oleh seluruh perusahaan tambang. Termasuk SMBR. Dia mengatakan, banjir besar beberapa Waktu lalu baru terjadi beberapa tahun terakhir setelah masifnya industri tambang yang ada di Kabupaten OKU. 

Rico menegaskan, pihaknya akan merencanakan aksi unjuk rasa sebagai wujud kepedulian untuk mengingatkan PT Semen Baturaja tentang aktivitas pertambangan yang harus sesuai dengan pedoman peraturan, optimalisasi kepedulian atau tindakan tanggung jawab perusahaan terhadap masyarakat, dan maksimalkan penyerapan tenaga kerja lokal terkhusus masyarakat ring 1.

"Tujuannya, untuk menghilangkan kesenjangan dan rasa cemburu sosial masyarakat. Karena sampai saat ini tenaga kerja lokal khusus dari ring 1 Kelurahan Sukajadi, tidak lebih dari 25 persen yang bekerja di PT Semen Baturaja," pungkasnya. 

Sementara, Humas SMBR, Ade Satria, saat dikonfirmasi baik melalui pesan singkat WhatsApp maupun sambungan seluler, hingga berita ini dibuat tidak ada balasan dan respon.

Sebelumnya, aktivitas penambangan tanah liat (clay) yang dilakukan oleh PT Semen Baturaja (SMBR) anak usaha dari PT Semen Indonesia (SIG) sempat disoal.

Selain menyebabkan bencana ekologis, aktivitas penambangan ini juga diduga dilakukan secara sengaja diluar Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dimiliki oleh perusahaan. Sehingga proses operasi produksi di kawasan Desa Air Gading Kecamatan Baturaja Barat itu bisa disebut ilegal. 

Tangkapan citra satelit kawasan tambang PT Semen Baturaja di kawasan Baturaja, OKU. (ist/rmolsumsel.id)

Dalam penelusuran, tambang itu masuk dalam kategori mineral bukan logam yang izinnya dikeluarkan oleh Gubernur Sumsel dengan nomor SK 0034/DPMPTSP.V/I/2020 yang mulai berlaku 29 Januari 2020 sampai 23 Maret 2025. Citra satelit yang diperoleh Kantor Berita RMOLSumsel menunjukkan, aktivitas penambangan itu dilakukan di luar batas wilayah yang dimiliki oleh perusahaan. 

Jika benar, kegiatan penambangan diluar IUP jelas telah melanggar UU No3/2020 tentang perubahan atas UU No.4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Seperti yang tertuang dalam Pasal 158 berbunyi: 

"Setiap orang yang melakukan Penambangan tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah)."

Secara tidak langsung, jika penambangan ini dilakukan oleh SMBR maka sudah terjadi ketidaksesuaian dengan laporan yang telah disampaikan ke pihak berwenang. Untuk itu, sanksinya juga telah diatur yakni seperti yang tertuang pada Pasal 159 yang berbunyi: 

"Pemegang IUP, IUPK, IPR, atau SIPB yang dengan sengaja menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e, Pasal 105 ayat (4), Pasal 110 atau Pasal 111 ayat (1) dengan tidak benar atau menyampaikan keterangan palsu dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun penjara dan denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah)."

Patut dicatat pula, bila tindak pidana dilakukan oleh korporasi, maka selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan terhadap badan hukum tersebut berupa pidana denda dengan pemberatan ditambah 1/3 kali dari ketentuan maksimum pidana denda yang dijatuhkan.

Lebih jauh, jika terbukti maka pencabutan izin usaha; dan/atau pencabutan status badan hukum sudah menanti, sesuai dengan ketentuan pada pasal 164 belaid tersebut.