Tim Ekspedisi Sungai Nusantara (ESN) bersama perkumpulan Telapak Sumsel dan Spora Institut Palembang, melakukan penyusuran Sungai Musi. Dari Penyusuran tersebut, ditemukan sejumlah fakta, jika air Sungai Musi semakin tercemar hingga menyebabkan penurunan populasi ikan seperti Baung Pisang, Kapiat, Patin, Tapah dan Belida.
- Basarnas Temukan Korban Tenggelam di Lais, Tim SAR Terus Sisir Sungai Musi
- Polisi Selidiki Kecelakaan Kerja yang Menewaskan Dua Awak Kapal Tugboat Marina 2210
- Tragis! Kecelakaan Kerja Menewaskan Dua Crew Tugboat 2210 Marina di Perairan Sungai Musi
Baca Juga
Peneliti ESN, Prigi Arisandi mengakui jika air sungai musi semakin tercemar. Bahkan, tingginya pencemaran senyawa kimia ini mempengaruhi reproduksi ikan hingga menyebabkan penurunan populasi ikan. Menurutnya, beberapa ikan nyaris punah karena tidak toleran dengan kadar polutan yang semakin meningkat di air Sungai Musi.
"Kami telah mengambil sampel dan hasilnya menunjukkan tingkat kadar logam berat Mangan dan Tembaga melewati batas standar," katanya.
Dia membeberkan, dari sampel tersebut diketahui untuk kadar logam berat Mangan sebesar 0,2 ppm. Sedangkan, untuk kadar tembaga sebesar 0.06 ppm. Padahal, standarnya tidak boleh lebih dari 0.03 ppm. Selain itu, pihaknya juga mendapati kadar klorin dan pospat yang cukup tinggi yaitu untuk klorin sebesar 0,16 mg per liter. Sedangkan, untuk pospar yakni 0,59 mg per liter.
"Seharusnya kadar klorin ini tidak boleh lebih dari 0,03 mg per liter. Begitu juga kadar pospar tidak boleh setinggi saat ini, karena mempengaruhi sistem pernapasan ikan dan pembentukan telur ikan," ungkapnya.
Pihaknya juga melakukan uji kualitas air, diantaranya yaitu kadar mikroplastik. Dalam 100 liter air Sungai Musi, pihaknya menemukan 355 partikel mikroplastik. Dimana, didominasi jenis fiber atau benang yang mencapai 80 persen. Selain itu ada juga jenis granula.
Menurut Alumni Biologi Universitas Airlangga Surabaya ini, senyawa Mikroplastik, phospat, logam berat dan klorin termasuk dalam kategori senyawa pengganggu hormon, sehingga keberadaanya di sungai akan mengganggu proses pembentukan kelamin ikan. Senyawa pengganggu hormon seperti mikroplastik dianggap ikan sebagai hormon esterogenik sehingga dimungkinkan terbentuk lebih banyak ikan dengan jenis kelamin betina dibandingkan Jantan. Sayangnya jantan inipun tidak bisa membuahi telur ikan betina hingga berakibat terjadi penurunan populasi ikan.
"Kami juga menemukan banyak sampah plastik di permukaan Sungai musi ini, dan ini menjadi keluhan para nelayan hingga penjual ikan," tutupnya.
Sementara itu, Dosen Fakultas Perikanan dan Kelautan Universitas Airlangga, Veryl Hasan menambahkan, pembukaan lahan sawit juga menjadi faktor menurunnya kualitas air terutama habitat ikan di air gambut atau black water. Menurutnya, butuh rekolasi agar ikan-ikan ini dapat aman.
"Karena sawit kepentingan nasional maka ikan-ikan ini butuh di relokasi ke daerah yg lebih aman" terangnya.
Ditempat yang sama, Koordinator Telapak Sumsel, Hariansyah Usman mengatakan air Sungai Musi merupakan muara puluhan anak sungai di Sumsel. Namun, tingginya aktivitas alihfungsi lahan di Hulu, aktivitas tambang tanpa izin, Perkebunan sawit dan pencemaran industri membuat terjadinya pencemaran di Sungai Musi.
"Tujuan kami menyusuri Sungai Musi ini untuk melihat kadar polutan, uji mikroplasik dan senyawa kimia lainnya yang ada di air Sungai Musi," pungkasnya.
- Basarnas Temukan Korban Tenggelam di Lais, Tim SAR Terus Sisir Sungai Musi
- Polisi Selidiki Kecelakaan Kerja yang Menewaskan Dua Awak Kapal Tugboat Marina 2210
- Tragis! Kecelakaan Kerja Menewaskan Dua Crew Tugboat 2210 Marina di Perairan Sungai Musi