Kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) di Sumsel masih saja terjadi. Catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Palembang, setidaknya ada 12 kasus pelanggaran HAM yang terjadi di Sumsel sepanjang 2021.
- Mawardi Yahya Resmi Tunjuk Pakar Hukum Hasanal Mulkan Sebagai Ketua Tim Advokasi Pilgub Sumsel 2024
- China Terbitkan White Paper, Bahas Kerangka Hukum untuk Kontraterorisme
- BPHN Raih Anugerah Prestisius Kategori Hukum dalam Gatra Awards 2023
Baca Juga
Direktur LBH Palembang, Juardan Gultom mengatakan penanganan kasus HAM yang terjadi di Sumsel sepanjang tahun ini menjadi gambaran dari upaya penegakan fungsi norma secara lebih tegas.
"Dari 12 kasus yang ada, sedikitnya ada tiga yang masuk dalam kategori pelanggaran hak sipil dan politik berupa penangkapan sewenang-wenang," katanya.
Untuk sembilan kasus lainnya berupa pelanggaran hak ekonomi, sosial dan budaya yang lebih merugikan kaum buruh serta pekerja lainnya.
"Pelanggaran ini berupa pemutusan hubungan kerja, perampasan tanah, lahan kelola dan rumah tinggal serta upah yang ditahan," tambahnya.
Menurutnya, kasus-kasus tersebut perlu mendapat perhatian serius. Sebab, bisa memberikan preseden buruk bagi Sumsel. Terlebih, selama ini Sumsel menjadi kawasan zero conflict.
"Kasus-kasus ini sangat dekat dengan gambaran pelanggaran HAM, bahkan lebih kompleks lagi bila ditambah dengan kasus pelecehan seksual yang terjadi misalnya. Penegakan hukum kasus kekerasan seksual dan urgensi pengesahan UU PKS serta tata kelola hutan dan perampasan lahan yang dikelola rakyat sangat dibutuhkan," ungkapnya.
Sumsel juga dipandangnya menjadi daerah yang rawan kekerasan seksual. Sehingga, ia menegaskan pentingnya komitmen dan tanggung jawab negara dalam memberikan perlindungan serta pemenuhan hak-hak korban pelanggaran HAM dan pelecehan seksual.
Dia juga mendorong pemerintah untuk memperhatikan empat hal yang dinilai bisa menciptakan keseimbangan hukum terhadap korban.
"Pertama, pemerintah membuat penyadaran HAM baik kepada aparatur pemerintah mau masyarakat dengan menerbitkan kebijakan yang tepat. Lalu, pengakuan konstitusi NKRI Alenia ke-3 untuk menjamin penegakan hukum," terangnya.
Lalu, harus ada intervensi pemerintah terhadap implementasi Permendikbudristek Nomor 30 Tahun 2021 dan segara sahkan RUU TPKS sebagai keberpihakan negara terhadap korban kekerasan seksual. Dan terakhir, harus ada transparansi pemerintah terhadap penguasaan aset dan SDA.
Sementara Kadiv Litbang LBH Palembang, Ressy Tri Mulyani menuturkan, LBH Palembang memberikan pendampingan hukum terhadap 62 perkara. Mulai dari pidana hingga kasus sengketa lahan. Tercatat ada sebanyak 2.908 orang yang menjadi korban dalam kasus-kasus tersebut.
"Korban yang paing banyak adalah kasus sengketa lahan yang mencapai 2.560 orang," ucapnya.
Permintaan bantuan hukum ke LBH Palembang terus mengalami peningkatan selama tiga tahun terakhir. Di 2018 ada sebanyak 93 kasus, 2019 mencapai 87 kasus dan 2020 hingga 112 kasus.
- Ngaku Titisan Eyang Putri Kembang Dadar, Pria di Palembang Cabuli Wanita Muda hingga Hamil
- Serangan Fisik Terhadap Pemegang Bitcoin Meningkat, 11 Insiden Terjadi pada 2025
- Belum Sempat Beraksi, Komplotan Terduga Pelaku Kejahatan Diringkus Polres Lubuklinggau