Beda Pandangan dengan Prabowo, Arief Poyuono Terdepak ..

Cukup mengejutkan publik. Nama Arief Poyuono mendadak hilang dari jajaran pengurus elite Partai Gerindra periode 2020-2025 yang sudah diumumkan ke publik, Sabtu (19/9/2020).


Susunan pengurus baru diumumkan Sekretaris Jenderal DPP Partai Gerindra Ahmad Muzani, setelah partai ini menggelar Kongres Luar Biasa (KLB) pada Agustus 2020.

Ahmad Muzani mengatakan kepengurusan ini diumumkan setelah disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

Menurut dia, dalam penyusunan kepengurusan partai, Prabowo telah memperhatikan pandangan, nasihat, dan pemikiran dari masyarakat. Namun tidak semua usulan bisa ditampung.

Nah, untuk jajaran waketum yang jumlahnya 12 orang, nama Arief tidak ada lagi. Sebelumnya Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu itu menjabat waketum yang membidangi buruh, tani dan nelayan.

Saat dihubungi JPNN.com, Minggu (20/9/2020), Arief di seberang telepon terdengar santai menanggapi posisinya yang sudah tidak lagi masuk jajaran elite Partai Gerindra.

"Ya pergantian sama yang muda-muda. Kan banyak juga yang sudah tidak menjabat kan. Bukan saya saja," jawab Arief.

Berikut perbincangan dengan Arief Poyuono mengenai hilangnya nama dia di kepengurusan partai yang dipimpin Prabowo Subianto.

-Nama anda tidak masuk jajaran waketum Gerindra lagi. Terdepak. Kenapa?

Ya pergantian sama yang muda-muda. Kan banyak juga yang sudah tidak menjabat kan. Bukan saya saja.

Bukan karena ada sesuatu di internal?
Bukan .

Waktu penyusunan kepengurusan diajak bicara sama Prabowo?
Wong KLB saja saya enggak diundang. Waktu Kongres Luar Biasa saja saya enggak diundang.

Berarti ada masalah internal?
Enggak ada.

Apa karena terlalu vokal?
Enggak juga. Yang pasti ada sesuatu perbedaan jalan. Antara saya, ya kan, dengan Prabowo lah. Cara berjuangnya Gerindra.
Yang kedua kan saya pernah ngomong 2017, kalau Prabowo gagal jadi presiden, saya sudah enggak mau ngurus Gerindra lagi.

Pernah ya? Kapan itu?
Pernah. Yang saya mengatakan Jokowi itu kawan, Prabowo itu ketua umum saya. Kali ini di 2019 kalau kalah, saya tidak akan mengurus Gerindra lagi.

Artinya ke depan tidak di Gerindra lagi?
Masih, saya masih kader Gerindra. Sekarang saya akan kembali ke kegiatan saya dari dulu, kerja di perusahaan. Kan saya memang karyawan di satu perusahaan. Terus mengurusi buruh.
Kan sebelum ada Gerindra saya sudah jadi pimpinan serikat buruh nasional. Apalagi kan sekarang banyak pekerja-pekerja di BUMN terancam PHK dan di-PHK.
Kan saya harus membantu mereka. Juga ada pengelolaan BUMN yang banyak pengarah ke pegrusakan, atau penghancuran BUMN itu. Jadi saya harus berjuang untuk mereka (buruh-red).

Organisasi buruh ya?
Iya dong. Organisasi buruh itu jelas anggotanya. Kalau partai organisasinya ada, pengurusnya ada, cuma kan anggotanya belum tentu ada. anggotanya ya pengurus saja, tapi anggota umumnya itu enggak ada. Ya biasalah, saya kan orang kerja, karyawan. Banyak juga yang saya urusi di luar partai. Yang pasti saya kan tetap membantu presiden Jokowi.

Lagipula sekarang Gerindra sudah di koalisi pemerintah ya?
Iya. Artinya saya membantu Pak Joko Widodo apa yang saya bisa bantu. Dari luar, tapi juga saya tetap mengkritik. Tidak terlepas juga kan, namanya Gerindra di pemerintahan kan siap-siap juga, dikiritik dan diberi saran menteri-menterinya. Saya sebagai kaum buruh akan memberikan masukan dan kritik. Karena pengurusnya sudah jadi, saya harap Gerindra akan jauh lebih baik lagi di kepengurusan kali ini. Kan kepengurusan sekarang banyak penggantian nomenklatur.

Buruh, nelayan, tani tidak masuk jajaran nomenklatur atas, elite?

Ya, itu menandakan bahwa Gerindra memang sudah enggak fokus lagi ke situ. Mungkin ada tujuan yang lain. Merekalah yang tahu. Begitu.[ida]