Waduh! Kewenangan Bawaslu di Pilkada Covid Masih Lemah

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengakui, pelanggaran di tahap awal Pilkada pada masa pandemi Covid-19 sudah banyak yang terima. Hanya saja penindakannya masih lemah, karena kewenangan untuk itu ada di lembaga lain.


Saat ini saja Bawaslu telah ada 243 kasus pelanggaran tahapan Pilkada di seluruh Indonesia. Salah satunya pemalsuan surat dukungan seperti di Kutai. Pelanggaran terkait netralitas Aparat Sipil Negara (ASN) ada 500 kasus.

"Kewenangan Bawaslu luar biasa tapi penindakan bukan di Bawaslu. Jadi ada keterbatasan Bawaslu yang telah diatur undang-undang. Semua pelanggaran yang diterima kita limpahkan lagi ke kepolisian, kejaksaan, dan pihak-pihak yang berwenang," ungkap M Afifuddin, anggota Bawaslu RI dalam dialog virtual bersama Cak Ulung, Kamis (10/09/2020).

Soal pelanggaran terkait pelanggaran protokol kesahatan misalnya lanjut Cak Afif, banyak sekali laporannya namun bukan mereka yang berhak memberikan sanksi. Mereka hanya sebatas memandui syarat yang disepakati saja. Seperti untuk jumlah peserta rapat terbatas (Ratas) para kandidat maksimal dihadiri 50 orang. Sementara rapat umum maksimal 100 orang.

"Tapi kami hanya bersifat himbauan dan memandu saja. Kepatuhan para calon kepala daerah inilah yang menjadi rekam jejak. Kami cuma menyurati kejaksaan, polisi saja. Mereka lah yang menindaknya. Inilah kendala regulasi di Bawaslu dan lagi dibahas," kata Afif.