Yuk ! Rekreasi Sekaligus Edukasi Kultural ke Museum Balaputra Dewa

Sebagai salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah panjang, Sumatera Selatan tentu memiliki berbagai benda peninggalan bersejarah.


Yuk Intip berbagai koleksi dari zaman pra sejarah hingga zaman kolonial Belanda, di Musem Negeri Sumatera Selatan, Museum Balaputra Dewa. Sarana rekreasi sekaligus edukasi kultural.

Tak sulit menemukan lokasi Museum Balaputera Dewa yang berada di Jalan Srijaya I No 28, Palembang. Museum yang memiliki luas lahan sekitar 23.565 m2 ini menyimpan 10 jenis koleksi, dengan jumlah mencapai 3.882 item.

Dimasa pandemi Covid-19, dimana semua kegiatan yang harusnya dikerjakan diluar rumah kini terpaksa ditunda dan harus dikerjakan dari rumah saja. Stay At Home adalah solusi terbaik untuk memutus mata rantai penyebaran virus corona di sumsel. Namun, pemerintah sudah menerapkan tatanan normal baru atau new normal dimana diperbolehkan melakukan kegiatan diluar rumah dengan penerapan protokol kesehatan yang ketat.

Di era new normal ini, terkadang masih juga binggung kegiatan apa yang akan dilakukan sehingga tidak menimbulkan kebosanan. Ya, rekreasi sekaligus edukasi kulturan bisa menjadi pilihan dan Museum Negeri Sumatera Selatan, Museum Balaputra Dewa jawabannya.

Saya coba berkunjung ke Museum Balaputra Dewa yang kebetulan tidak jauh dari tempat tinggal saya. Memasuki pintu utama, saya langsung di sambut dengan nuansa khas Sumatera Selatan.

Ada beberapa lemari ukir Palembang dengan warna kuning emas dan ukiran khas Palembang. “Silakan selamat datang di Museum Balaputra Dewa, isi buku tamunya dulu,” ungkap Zaidan S Sos, penerima retribus Museum Balaputra Dewa dengan ramah.

Disini penerapan protokol kesehatan menjadi hal paling utama, seperti memakai masker, mencuci tangan jangan menjaga jarak antara petugas dan sesama pengunjung lain.

Secara umum, Museum Balaputera Dewa menyimpan berbagai koleksi dari zaman pra-sejarah, zaman Kerajaan Sriwijaya, zaman Kesultanan Palembang, hingga ke zaman Kolonialisme Belanda.

“Jika mau berkeliling-keliling kami bisa membantu menemani,” tanya Zaidan. Tentu saya sangat senang, karena akan banyak sekali ilmu yang saya dapat dari perjalanan singkat rekreasi dan edukasi kulturan ini.

Masuk selasar, saya langsung disambut dengan berbagai koleksi arca. Berbagai replika arca tersebut berasal dari zaman megalith di Sumatera Selatan. Sedangkan berbagai koleksi tersebut dipamerkan di dalam tiga ruang pamer utama.

“Kebudayaan Megalith atau kebudayaan batu besar di Sumatera Selatan berada di wilayah dataran tinggi Pagaralam. Posisinya berada dalam rangkaian Pegunungan Bukit Barisan di sisi sebelah barat Sumatera Selatan,”jelasnya.

Di wilayah ini ditemukan 22 lokasi pemukiman budaya megalith. Dari pemukiman tersebut ditemukan benda-benda pra-sejarah berupa arca yang kemudian menjadi koleksi Museum Balaputera Dewa.

“Berbagai arca yang saat ini menjadi koleksi museum antara lain arca megalith ibu menggendong anak, arca orang menunggang kerbau, hingga arca manusia dililit ular,”tambahnya.

Setelah melewati selasar, saya memasuki ruang pamer museum yang disebut ruang Melaka. Nah, diruangan bernuansa merah ini terdapat informasi mengenai melayu dan ada juga informasi mengenai kebudayaan dari Melaka (Malaysia).

Dalam ruang pameran ini bisa melihat koleksi benda bersejarah dari Kerajaan Melaka, Malaysia. Benda ini meliputi kerajinan porselen, hingga baju adat yang lumayan mirip dengan busana masyarakat Indonesia.

Lalu, apakah memang ada hubungan antara Kerajaan Melaka dengan Indonesia? Mengapa ada koleksi benda bersejarah milik Kerajaan Melaka tersimpan di Palembang?

"Pendiri Kerajaan Melaka sebenarnya adalah orang asli Palembang bernama Parameswara. Dia adalah anak raja Sriwijaya yang melarikan diri hingga ke Temasik (Singapura) dan akhirnya mendirikan Melaka. Namanya berganti menjadi Iskandar Syah dan menjadi raja pertama di sana," terang Zaidan.

Zaidan juga menjelaskan, akar budaya masyarakat Melaka pada dasarnya berawal dari Indonesia, terutama Palembang dan juga Jawa. Banyak kemiripan budaya yang bisa dijumpai, dari mulai segi bahasa maupun pakaian.

"Ini adalah pakaian sehari-hari untuk wanita. Mereka juga pakai kebaya, sama seperti kita. Dari segi bahasa juga mirip-mirip, kata-katanya banyak yang berasal dari bahasa Jawa," ungkapnya.

Oleh karena Indonesia, terutama Palembang dianggap sebagai nenek moyang bangsa mereka, pihak Kerajaan Melaka memutuskan untuk menjalin kerja sama dan menyumbangkan beberapa koleksinya untuk dipajang di Museum Balaputra Dewa sejak beberapa tahun silam.

Memasuki ruang pameran lain, saya mendapatkan informasi tentang awal mula sejarah berdirinya Kerajaan Sriwijaya di nusantara. Di ruangan ini juga ditemukan koleksi benda peninggalan dari zaman pra-kerajaan Sriwijaya berupa kerajinan tembikar, manik-manik, dan pengecoran logam.

Pada bagian lain ditemukan berbagai replika prasasti yang menjelaskan awal mula berdirinya Kerajaan Sriwijaya. Prasasti-prasasti tersebut antara lain, prasasti Kedukan Bukit, Relaga Batu, Kota Kapur, Talang Tuo, Boom Baru, Kambang Unglen I, Kambang Unglen II, dan Prasasti Siddhayatra.

“Selain prasasti ada juga koleksi lain dari zaman Kerajaan Sriwijaya berupa arca Buddha, arca Hindu, dan Fragmen,”ulasnya.

Masuk lebih ke dalam, saya di bawa menelusuri zaman Kesultanan Palembang. Benda-benda peninggalan zaman ini berupa alat tenun songket. Salah satu koleksi kain songket yang menjadi kebanggaan Museum Balaputera Dewa adalah kain songket dengan motif Naga Besaung yang memiliki panjang 6 meter dengan lebar sekitar 25 cm.

Saya seperti masuk ke mesin waktu, saya juga menemukan koleksi lain berupa berbagai kerajinan seni ukir Palembang. Berbagai seni ukir tersebut telah teraplikasi dalam rek pengantin, dipan, kursi, hingga hiasan pada pintu rumah.

“Koleksi seni ukir dari zaman Kesultanan Palembang yang menjadi kebanggaan Museum Balaputera Dewa adalah rumah limas dan rumah ulu yang berada di halaman belakang museum,”jelasnya.

Museum Balaputera Dewa dibuka setiap hari mulai pukul 08.30 WIB hingga 15.00 WIB, dengan harga tiket yang relatif terjangkau. Hanya dengan membayar Rp2.000 untuk orang dewasa dan Rp1.000 untuk anak-anak, sudah bisa menikmati kekayaan sejarah yang tersimpan di dalam museum.

Dari harga tiket yang murah tersebut, diharapkan masyarakat makin gemar untuk berkunjung ke museum, dan merevitalisasi kembali arti penting sejarah kebudayaan bagi perkembangan suatu masyarakat yang berbudaya.

“Sebelum pandemi Covid-19, pengunjung setiap hari ramai bisa mencapai 20-30 orang. Kadang juga ada wisata dari sekolah dengan jumlah 200-300 siswa, namun karena pandemi Covid-19 ini pengunjung mengalami penurunan, bahkan hanya ada 5-7 orang saja perharinya,” kata Zaidan.

Sementara, Ratna salah satu pengunjung mengaku sengaja membawa ketiga anaknya berserta saudara untuk berkeliling Museum Balaputra Dewa, sebagai ajang rekreasi dan edukasi mengenal sejarah.

“Sengaja anak anak-anak dan sodara kesini, bisa sekaligus belajar. Karena anak-anak juga bosan belajar hanya dari rumah saja,” tambahnya.

Dirinya mengaku sangat penasaran dengan rumah limas yang menjadi legenda yang juga terdapat pada uang Rp 10 ribu rupiah. “Penasaran sama rumah limas, mau masuk juga sekalian,” tambahnya.