Survei SMRC: Mayoritas Warga Tidak Setuju Investasi Asing Berefek Positif

Mayoritas warga Indonesia tidak setuju dengan pendapat bahwa kehadiran lebih banyak pengusaha asing berinvestasi di Indonesia akan menyebabkan kondisi ekonomi Indonesia menjadi lebih baik. 


Sekitar 54 persen warga tidak setuju dengan anggapan kehadiran pengusaha asing membawa efek positif bagi perbaikan ekonomi, sementara yang setuju hanya 37 persen.

Temuan tersebut dipaparkan Manajer Program Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC), Saidiman Ahmad, MPP, dalam presentasi survei nasional SMRC bertajuk “Ekonomi Covid-19 dan Persepsi Publik tentang Investasi” Minggu (9/8) di Jakarta. 

Survei dilakukan pada 29 Juli-1 Agustus 2020 dengan wawancara per telepon kepada 1203 responden yang terpilih secara random dengan margin of error 2,9 persen.

Menurut Saidiman, perbedaan cara pandang ini nampaknya berhubungan dengan tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, wilayah tempat tinggal, dan juga penilaian warga atas kondisi ekonomi saat ini.

“Mereka yang berpendidikan lebih tinggi dan berpendapatan lebih tinggi dan mereka yang tinggal di perkotaan akan cenderung menganggap lebih positif kehadiran investasi asing bagi ekonomi Indonesia dibandingkan mereka yang berpendidikan dan berpendapatan lebih rendah serta tinggal di pedesaan,” ujar Saidiman.

Demikian pula, warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional lebih baik akan cenderung memiliki penilaian lebih positif kehadiran investasi asing, dibandingkan warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional jauh lebih buruk.

Menurut Saidiman, temuan ini penting untuk diperhatikan pemerintah mengingat peningkatan investasi asing adalah salah satu strategi utama yang diperlukan untuk menggenjot ekonomi nasional. 

"Kehadiran RUU Cipta Kerja, misalnya, dikatakan bertujuan untuk membuat iklim investasi asing di Indonesia menjadi lebih baik,” ujarnya.

Karena itu, menurut Saidiman, sangat penting untuk memahami sikap masyarakat tentang investasi asing dalam hubungannya dengan perbaikan ekonomi nasional. 

"Sentimen positif publik terhadap investasi tentu diharapkan ikut membantu menciptakan iklim kondusif bagi investasi di Indonesia,” katanya. 

Temuan survei nasional SMRC menunjukkan masih ada pekerjaan rumah yang harus dilakukan pemerintah untuk membangun sikap positif tersebut.

Dalam pemaparannya, Saidiman menunjukkan ada perbedaan penilaian terhadap investasi asing di antara warga perkotaan dan pedesaan, demikian juga antar wilayah DKI+ Banten dengan wilayah-wilayah lainnya.

Sekitar 42 persen warga kota menganggap investasi asing membawa pengaruh positif, sementara hanya 32 persen warga pedesaan setuju dengan pendapat itu.

Di DKI+Banten, 51 persen warga menganggap investasi asing membawa pengaruh positif, sementara di Jawa Barat hanya 45 perseb warga berpandangan sama. Di Jawa Tengah, Jawa Timur dan provinsi lainnya, persentase warga yang setuju investasi asing membawa efek positif hanya berada di kisaran 30-35 persen.

Perbedaan cara pandang juga terlihat di antara warga berpendidikan rendah dan lebih tinggi, serta antara warga yang berpenghasilan rendah dan lebih tinggi.

Di kalangan warga yang berpendidikan SD, hanya 34 persen yang menganggap positif investasi asing, sementara 44 persen warga berlatar belakang perguruan tinggi menganggap positif investasi asing.

Demikian pula, hanya 34 persen warga berpenghasilan di bawah Rp 1 juta/bulan yang menilai investasi asing membawa perbaikan ekonomi, sementara sekitar 41 persen warga yang berpendapatan di atas Rp 4 juta/bulan menilai investasi asing positif bagi perbaikan ekonomi Indonesia.

Bila dilihat dari profesi, kalangan yang paling percaya bahwa investasi asing membawa perbaikan ekonomi adalah pegawai/guru/dosen/profesional, sementara yang paling negatif melihat kontribusi investasi asing adalah kalangan pengangguran/pencari pekerjaan. Sekitar 46 persen pegawai/guru/dosen/profesional percaya pada efek positif investasi asing, sementara hanya 13 persen pencari pekerjaan yang berpandangan sama.

Di pihak lain, perbedaan penilaian terhadap investasi asing ini juga berhubungan dengan cara pandang warga terhadap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional saat ini. 

Mereka yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional saat ini memburuk cenderung untuk menilai kehadiran investasi asing positif bagi ekonomi nasional, sementara sebaliknya mereka yang menganggap kondisi ekonomi saat ini lebih baik tidak percaya bahwa kehadiran investasi asing berefek positif bagi ekonomi nasional.

Sekitar 52 persen - 53 persen warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional sekarang jauh lebih buruk menganggap investasi asing positif bagi ekonomi Indonesia, sementara 30-40 persen warga yang menganggap kondisi ekonomi rumah tangga dan ekonomi nasional sekarang lebih baik menganggap positif investasi asing positif bagi ekonomi Indonesia.

Menurut Saidiman secara umum, survei ini menunjukkan warga yang berpendidikan tinggi, berpendapatan tinggi, dan tinggal di perkotaan memiiliki sikap lebih positif terhadap investasi asing. 

Ini nampaknya terkait dengan kepercayaan diri untuk berkompetisi dengan kehadiran perusahaan asing yang mungkin juga membawa kehadiran pekerja asing. 

“Kalangan ini lebih siap untuk berkompetisi dan tidak takut berhadapan dengan tenaga kerja asing,” ujar Saidiman.

Untuk jangka panjang, kata Saidiman, Ini adalah pekerjaan rumah pemerintah, khususnya Kementerian Pendidikan dan Kementerian Tenaga Kerja dan pihak-pihak lain yang bertanggungjawab di bidang pengembangan sumberdaya manusia. 

“Investasi di bidang pendidikan harus benar-benar dijalankan untuk memperkuat kualitas SDM nasional,” katanya. 

Dengan cara itu, bonus demografi akan menjadi berkah bagi Indonesia, dan bukan sebaliknya, justru bisa menjadi sumber kutukan bagi kita.