Masyarakat Butuh Kebijakan Baru, Bukan Daur Ulang

Pengamat dan Praktisi Pendidikan 4.0 Indra Charismiadji menangggapi kebijakan Mendikbud Nadiem Makarim yang memutuskan siswa kembali bersekolah hanya berlaku di daerah zona hijau pandemi COVID-19.


Indra Charismiadji menilai kebijakan pemerintah yang diumumkan Nadiem Makarim pada Senin (15/6), belum menuntaskan masalah.

Bahkan kebijakan tersebut mirip dengan program tiga bulan lalu saat Kemendikbud memberlakukan program belajar dari rumah.

"Masyarakat butuh kebijakan baru. Bukan daur ulang. Ini kan sama seperti tiga bulan yang lalu," kata Indra dalam pesan elektroniknya, Senin (14/6).

Meski begitu, dia memberikan apresiasi yang tinggi kepada pemerintah dengan ketegasan bahwa tahun ajaran baru tetap dilaksanakan pada Juli 2020.

Juga pelarangan proses belajar tatap muka bagi sekolah-sekolah yang tidak berada di zona hijau.

Bagi sekolah-sekolah di zona hijau pun harus bertahap proses dari tingkat SMA/K sampai yang terakhir di tingkat PAUD.

Bahkan jika sudah berada di zona hijau tetapi orang tua belum mengizinkan anaknya untuk hadir di sekolah, siswa tetap diizinkan untuk belajar di rumah.

Indra menilai, dari sisi pencegahan penyebaran wabah sudah sangat baik.

Namun, banyak hal mendasar yang harus menjadi domain Kemendikbud, yaitu proses pengajaran dan pemelajaran yang sebenarnya ditunggu-tunggu oleh pihak manajemen sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, orang tua, dan peserta didik, tidak disentuh sedikit pun.

"Intinya proses belajar mengajar tidak berubah dari saat Surat Edaran Mendikbud nomor 36962/MPK.A/HK/2020 yang diterbitkan bulan Maret yang lalu. Harusnya pada kesempatan ini sudah ada evaluasi bagaimana kegiatan belajar mengajar berjalan selama 3 bulan terakhir dengan konsep pembelajaran jarak jauh dalam jaringan," bebernya.

Harusnya, kata Indra, saat ini sudah ada solusi bagaimana anak-anak Indonesia yang selama 3 bulan kemarin tidak dapat belajar karena minimnya akses, sudah ada tindakan nyata dari pemerintah.

Misalnya kolaborasi dengan Kemenkominfo, yang katanya setiap kantor desa sudah diakses internet melalui tol langit, Kementerian BUMN dengan Telkom, atau dengan Kemendes melalui dana desa.

"Kalau ini dilakukan pasti sudah ada perkembangan jumlah anak bangsa yang bisa belajar selama pandemi ini. Kebijakan yang diumumkan hari ini tidak ada bedanya dengan kebijakan yang diambil tiga bulan yang lalu," tegas Direktur Eksekutif CERDAS (Center for Education Regulations & Development Analysis) ini.

Para pendidik dan tenaga pendidikan juga tidak disiapkan secara lebih matang bagaimana melaksanakan proses pembelajaran jarak jauh (PJJ) dalam jaringan yang efektif dan efisien.

Harusnya pemerintah mampu mengumpulkan para pakar dan tokoh-tokoh pendidikan tingkat nasional bahkan internasional jika perlu untuk memberi pelatihan dan pendampingan bagi para pendidik agar terjadi perbaikan dalam proses belajar mengajar pada tahun ajaran baru.

"TVRI dan RRI yang merupakan teknologi abad 20 tidak menjawab kebutuhan pembelajaran abad 21. Jangan dianggap dengan proses belajarnya diubah melalui kebijakan, maka kualitasnya akan terjaga," kata Indra.

Pengamat yang juga Direktur Pendidikan VOX Populi Institute Indonesia ini menambahkan, mutu pendidikan Indonesia sudah buruk.

Dengan kondisi pembiaran seperti akan semakin memperburuk mutu dan pastinya bertolak belakang dengan target pembangunan SDM Unggul.

Kegiatan belajar dari rumah akan melibatkan orang tua secara aktif.

Selama tiga bulan terakhir, kondisi ini juga menimbulkan masalah tersendiri yang butuh solusi.

"Intinya para orang tua butuh juga panduan dan bimbingan tentang bagaimana membantu proses belajar di rumah menjadi efektif dan efisien. Tentunya bukan untuk menggantikan posisi guru melainkan tetap dalam porsi orang tua yang juga merupakan sentra pendidikan yang penting seperti ekosistem pendidikan yang didesain oleh Ki Hajar Dewantara," bebernya.

Lanjut Indra, pemerintah sekali lagi harusnya mampu mengumpulkan para pakar dan tokoh pendidikan, serta pakar psikologi anak untuk memberikan bimbingan yang implementatif.

"Kebijakan yang diumumkan hari ini seakan-akan hanya mengulang kebijakan tiga bulan yang lalu, bedanya hanya kali ini beramai-ramai dengan kementerian lain dan DPR RI. Sayangnya belum menjawab kebutuhan masyarakat untuk melaksankan proses belajar mengajar dalam jaringan," pungkasnya.