Kendati pelaksanaan Pemilukada Kota Palembang masih lama, yaitu akan berlangsung pada 2024 mendatang, namun sejumlah nama yang disebut-sebut sebagai bakal calon walikota mulai bermunculan.
- Di Museum Proklamasi, PAN dan Golkar Deklarasi Dukung Prabowo Subianto
- Dugaan Korupsi Pengadaan Sistem Proteksi TKI, Cak Imin Bakal Diperiksa?
- Kunjungi Pasar Tradisional di Batam, Anies Janji Naikkan Status Ekonomi Pedagang
Baca Juga
Kemunculan bakal calon walikota Palembang ini mulai ramai terlihat di media sosial dan billboard serta banner kecil yang terpasang di sejumlah titik jalanan.
Diantara nama yang mencuat belakang ini yaitu, Sekda Sumsel Nasrun Umar, Wakil Walikota Palembang, Fitrianti Agustinda, Sekda Palembang, Ratu Dewa, anggota DPR RI Percha Leanpuri, mantan cawagub Sumsel Yudha Mahyudin, Ketua KONI Sumsel Hendri Zainuddin dan sejumlah nama lain yang mulai ramai jadi perbincangan di media sosial.
Menurut Pengamat Sosial Politik Bagindo Togar, munculnya nama nama tersebut untuk melihat respon masyarakat Kota Palembang.
"Kalau responnya baik, mereka akan melangkah lebih jauh dengan melobi parpol untuk memenuhi syarat, sebaliknya jika respon masyarakat buruk maka kandidat bakal mundur teratur," kata Bagindo, Senin (1/6).
Dengan melihat komposisi perolehan kursi partai politik di DPRD Palembang sangat merata, maka paslon yang akan maju sangat banyak, ini artinya peluang paslon maju bakal kompetitif dalam meraih dukungan parpol.
Menurut Direktur Eksekutif Forum Demokrasi Sriwijaya ini ada 4 asumsi yang menjadi hipotesis mengapa trend munculnya para kandidat. Yaitu, yang pertama sebagai ekspressi politik yang kecewa atau tidak puasnya masyarakat atas kinerja pemerintahan kota Palembang saat ini, dengan kata lain seolah-olah publik berharap tahapan pilkada agar segera dijalankan.
Kedua sebagai representasi surfing politik dalam mencari para kandidat.
Yang ketiga kemungkinan kuat juga pretensi framing politik yang dilakukan oleh para simpatisan, kolega dan tim pendukungnya, guna menakar respon para pemilih.
"Yang ke 4 merupakan wujud perilaku warga yang terkesan jengah, jenuh serta kecewa atas kondisi maupun kwalitas komunikasi para elite politik terhadap para kelompok kelompok sosial kepentingan," ungkap Bagindo.
Tetapi kata dia, seluruh uraian diatas wajib melalui proses seleksi etika, pranata sosial dan legal formal yang berlaku dalam tatanan kemasyrakatan maupun kelembagaan. Realitasnya publik kini semakin cerdas menilai dan menentukan pilihan politik dalam konteks kepemimpinan pemerintahan, dimana indikator sosok hasil.
Dia menambahkan, dinasti politik tak lagi ampuh mempengaruhi benak rakyat. Akan tetapi prestasi ataupun investasi keintelektualan, moral dan sosial akan menjadi parameter mutlak para pemilih, dalam menentukan kepemimpinan masa depan.
- KPU Sumsel Tetap Gunakan Kotak dan Bilik Suara Kardus di Pemilu 2024
- Jawaban Gus Yusuf Soal Bakal Dicalonkan Sebagai Gubernur Jateng 2024
- Pasca Pemilu, Bahlil Optimis Target Investasi Rp1.650 Triliun Bisa Tercapai