Cegah Dana Penanganan Covid-19 Dikorupsi, KPK Terbitkan Panduan

Para pihak yang jadi penanggung jawab dana penangangan Pandemi Covid-19 harus ekstra hati-hati. Sebab Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak ingin dana tersebut dikorupsi. Untuk itu KPK telah merilis Surat Edaran (SE) Nomor 8 Tahun 2020 tentang Penggunaan Anggaran Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Dalam Rangka Percepatan Penanganan Covid-19 Terkait dengan Pencegahan Tindak Pidana Korupsi.


“Ini merupakan atensi KPK dalam penggunaan anggaran Covid-19 supaya tidak ada penyimpangan sehingga masuk dalam ranah hukum khususnya tindak pidana korupsi,” kata Ketua KPK Firli Bahuri saat rapat bersama Tim Pegawasan DPR Terhadap Pelaksanaan Penanganan Bencana Pandemi Covid-19 secara virtual yang diberitakan JPNN.Com, Rabu (20/5/2020).

Firli menjelaskan bahwa di dalam SE itu ada delapan rambu-rambu yang harus dipatuhi terkait pengadaan barang dan jasa, supaya tidak terjadi tindak pidana korupsi. Pertama, dalam rangka pengguna anggaran tidak ada persekongkolan melakukan kolusi yang akhirnya terjadi tindak pidana korupsi. Kedua, tidak menerima dan memperoleh kickback.

“Jangan sampai mengambil kebijakan atau melakukan suatu perbuatan karena ada menerima baik sebelum ataupun setelah (Kegiatan),” katanya seraya mengingatkan ancaman hukuman di Pasal 5 Ayat 1 huruf a Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

Ketiga, Firli menegaskan, tidak mengandung unsur penyuapan. Keempat, tidak mengandung unsur gratifkasi. Kelima, tidak mengandung unsur benturan kepentingan. Keenam, tidak mengandung unsur kecurangan atau maladministrasi.

“Kami sudah tugaskan anggota KPK baik itu di dalam Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Sosial, melakukan kegiatan dengan Kementerian Kesehatan. KPK sedang dalami program Kartu Prakterja yang di bawah koordinasi Kementerian Koordinator Perekonomian,” ujar Firli.

Ketujuh, Firli melanjutkan, tidak berniat jahat memanfaatkan kondisi darurat. Dia menegaskan hal ii sangat penting. Sebab, ujar dia, tindak pidana terjadi karena adanya niat dan perbuatan. “Bisa saja sesuatu itu terjadi tetapi haruslah dengan iktidak baik jauh dari niat jahat,” katanya.

Kedelapan, kata Firli, tidak membiarkan terjadinya tindak pidana korupsi. Dia menitip pesan kepada seluruh pimpinan dan anggota DPR agar tetap melakukan pengawasan terhadap daerah yang rawan dan mungkin saja terjadi korupsi terkait pengadaan barang dan jasa.

“Jangan dibiarkan. Bentuk kejahatan ada dua. Pertama, kejahatan yang sengaja dilakukan, kedua kejahatan karena kelalaian atau pembiaran,” ungkap Firli. [ida]