Presiden Terbitkan Perppu Covid-19, Demokrat Langsung Menolak

Presiden Joko Widodo baru saja menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpuu) Penanggulangan Wabah Virus Corona, yang menambah alokasi APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun.


Begitu Perppu diterbitkan, Partai Demokrat langsung menyatakan menolak. Penolakan disampaikan Anggota Fraksi Partai Demokrat DPR RI Irwan Fecho.

"Perppu ini harus ditolak DPR RI jika realokasi anggaran itu bukan untuk membiayai kehidupan rakyat akibat gerak hidupnya dibatasi," kata Irwan dalam pesan singkat yang diberitakan JPNN.Com, Selasa (31/3/2020).

Ketua DPP Partai Demokrat demisioner itu mengatakan bahwa realokasi anggaran yang direncanakan pererintah dalam Perppu tersebut lebih banyak untuk menyelamatkan perekonomian nasional dibanding menyelamatkan nyawa manusia akibat Covid-19.

"Dari Rp 405 triliun hanya Rp 75 triliun untuk kesehatan. Di tengah ketidak siapan rumah sakit, perlengkapan medis dan alat perlindungan tenaga medis. Kelangkaan masker dan hand sanitizer di masyarakat," lanjut legislator asal Kalimantan Timur itu.

Irwan tidak menyebutkan bahwa Jokowi menganggarkan Rp 110 triliun untuk jaring pengaman sosial. Anggaran ini akan digunakan, di antaranya, untuk subsidi biaya listrik bagi 24 juta pelanggan dan dukungan logistik serta sembako senilai Rp 25 triliun.

Seharusnya, kata ketua umum Cakra AHY ini, pemerintah menetetapkan dahulu status karantina wilayah di daerah yang berbahaya. Kemudian program perlindungan sosial dan ekonominya baru bisa optimal dan tepat sasaran.

"Jadi yang dilindungi sosial dan dipulihkan ekonominya adalah benar-benar daerah yang di karantina wilayah karena wabah covid-19," tegas anggota Komisi V DPR itu.

Selain itu, pihaknya juga meminta pemerintah terbuka mengenai asal usul penambahan biaya sebesar Rp405 T untuk penanganan covid-19 tersebut. Apakah dari utang atau realokasi, atau kedua-duanya.

"Kalau dari utang harus dijelaskan kepada rakyat utang dari mana dengan bunga berapa dan ada klausul syaratnya apa tidak? Mengingat IMF adalah buisness oriented. Jangan sampai mengulang kasus 1998, IMF kasi banyak syarat," tandas Irwan.[ida][R]