Rasio utang negara per Januari 2020 kembali membengkak. Nilainya mencapai Rp 4.817,55 triliun, atau setara dengan 30,12 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).
- PLTS Terapung Cirata Diyakini Mampu Tekan Emisi Karbon Hingga 214 Ribu Ton per Tahun
- bank bjb dan Pertamina Retail Jalin Sinergitas Kerjasama Bisnis
- BP Jamsostek Bagikan Ribuan Masker dan Multivitamin ke Pekerja
Baca Juga
Perolehan ini ditanggapi Menteri Koordinator Bidang Ekonomi era Presiden Gus Dur, Dr. Rizal Ramli. "Banyak yang berkata,' terserah deh pemerintah dan BUMN mau ngutang jorjoran. Toh ndak ada hubungan dengan saya'. Pernyataan itu benar selama utang itu dalam batas wajar," kata dia kepada Kantor Berita Politik RMOL, Sabtu (22/2).
Namun demikian, ekonom senior ini menyatakan bahwa kebijakan utang pemerintah tidak wajar. Sebab, hal ini berdampak kepada stabilitas perekonoimian masyarakat dan industri.
"Tetapi kalau berlebihan seperti saat ini, ada 'crowding-out effect'," tegas pria yang biasa disapa RR ini. Lebih lanjut, pendiri Komite Bangkit Indonesia ini memberikan contoh riil dari kebijakan utang pemerintah yang berlebihan.
Di mana, pertumbuhan kredit di Indonesia pada akhir tahun 2019 seret, karena hanya mencapai 6,08 persen. Jika dibandingkan tahun 2018 angkanya jauh ketinggalan, yakni 11,7 persen secara tahunan.
"Kalau ekonomi normal kredit tumbuh 15-18 persen per tahun," ujar Rizal Ramli. Hal ini, lanjut doktor ekonom Universitas Boston Amerika Serikat ini, bakal dirasakan dampaknya oleh masyarakat dan industri domestik.
Karena, setiap kali pemerintah menjual Surat Utang Negara (SUN), ada 30 persen dana pihak ketiga di lembaga keuangan yang akan tersedot keluar. "Karena bunganya (yang harus dibayarkan pemerintah) 2 persen lebih mahal dari deposito.
Dan itu dijamin 100 persen," ungkap RR. Oleh karena itu, dia menegaskan, kondisi perekonomian RI masih terus stagnan, atau bahkan cendrung menurun ke depannya.
"Itulah mengapa uang susah, daya beli anjlok, bisnis susah. Baru mulai sadar deh, ternyata utang jorjoran pemerintah ada penguruhnya terhadap daya beli dan bisnis," katanya. "Ini gara-gara kelola ekonomi makro amatiran," pungkas Rizal Ramli menambahkan dan-bisnis.
- Sambut Natal dan Tahun Baru, BTN Siapkan Dana Tunai Rp18 Triliun
- bank bjb dan UGM Teken MoU Potensi Education Payment
- Triwulan II 2021, Bank BJB Raup Laba Rp924 Miliar